Pelajaran kaligrafi untuk Madrasah Tsanawiyah/ SMP dimulai dari Naskhi. Namun tetap berbeda dari seri-seri sebelumnya, yaitu jilid 1 untuk TQA/TK dan MI/SD, yang isinya sebagai pengenalan atas khat Naskhi. Buku panduan jilid 3 dengan judul BELAJAR KALIGRAFI Untuk Madrasah Tsanawiyah (bag 1) ini merupakan pemantapan, sehingga pengetahuan tentang khat Naski dapat dikuasai dari segala aspeknya secara komprehensif.
Contohnya tatacara mengoreskan huruf sambung, yang mana siswa dituntun menguasai berbagai variasi sambungan huruf. Agar hasil tulisan lebih mantap, setiap goresan selalu dibarengi dengan ukuran-ukuran yang dirumuskan secara sistematis dan detail oleh Ibnu Muqlah, bapak kaligrafer ternama yang namanya telah diabadikan dalam sejarah kebudayaan dan seni Islam.
Rumus-rumus Ibnu Muqlah yang disebut dengan al-Khat al-Mansub (kaligrafi berstandar) terdiri dari sistem penggunaan standar huruf alif dengan 5 titik belah ketupat pada suatu lingkaran. Sederhananya, rumus itu dapat Anda lihat di bawah ini.
Setelah khat Naskhi, Riq’ah juga menjadi pilihan (jilid 4) yang banyak digunakan untuk menulis cepat seperti pelaaran dikte (imla’) atau ringkasan (khulasah). Cukuplah dua jenis khat ini dikuasai sepenuhnya oleh para siswa Madrasah Tsanawiyah.
Menguasai khat dengan mantap mungkin membutuhkan waktu yang tidak sebentar, walau ini tidak mutlak. Namun, kita dituntut bergerak cepat, sebab eksistensi kaligrafi di berbagai madrasah semakin menjamur seiring dengan kebutuhan masyarakat muslim atas skill yang satu ini. Disamping siswa dituntut bisa menulis khat dengan benar, namun pencapaian skill dalam tingkat “mahir” tetap menjadi rujuan yang utama.
Disamping itu, kaligrafi juga mejadi primadona masyarakat muslim sebagai unsur estetika hiasan interior mereka, khususnya masjid, majelis taklim, dan sebagainya. Bahkan bukan ini saja, pertumbuhan kaligrafi dari basis yang paling rendah seperti TQA hingga Aliyah memicu kebijakan lokal sekolah untuk mengadakan kompetisi dalam bidang Khat al-Quran, bahkan tak jarang mengirimkan siswanya sebagai duta untuk Musabaqah Khat al-Quran (MKQ) dari tingkat kecamatan hingga Nasional.
Dengan mempelajari Khat Naskhi dari buku jilid 3 ini sebagai ilmu dasar dalam mempelajari khat al-Quran, siswa diharapkan mahir dan tekun belajar dan latihan di rumah. Jadi, hendaknya pembimbing atau ustad tidak berperan sebagai pengantar materi, namun sebagai motivator.
Selain itu, setiap penyelenggara pendidikan dan latihan (diklat) kaligrafi hendaknya mendirikan sanggar-sanggar kaligrafi yang dimanajemeni secara lokal, agar pembinaan kaligrafi terarah secara mantap, dan siswa pun menjadi bergairah untuk latihan.
Materi tuntunan dari buku ini cocok bagi siswa Tsanawiyah dan sederajat. Disamping tematis dan praktis, buku ini sangat mudah difahami. ;)
Lanjutannya disini Mas......Menurut Ibnu Muqlah, dikutip dari buku ‘Seni Kaligrafi Islam’ karangan Drs. H.D. Sirojuddin AR M.Ag, bahwa bentuk kaligrafi al-Quran barulah dianggap benar jika memenuhi lima kriteria sebagai berikut:
1. Tawfiyah (tepat), yaitu huruf harus mendapatkan usapan goresan sesuai dengan bagiannya secara utuh, baik lengkungan, kejuran, dan bengkokan.
2. Itmam (tuntas), yaitu setiap huruf harus diberikan ukuran yang utuh, baik panjang, pendek, tebal dan tipis.
3. Ikmal (sempurna), yaitu setiap usapan goresan harus sesuai dengan kecantikan bentuk yang wajar, baik gaya tegak, terlentang, memutar dan melengkung.
4. Isyba’ (padat), yaitu setiap usapan goresan harus mendapat sentuhan pas dari mata pena (nib pen) sehingga terbentuk keserasian. Dengan demikian tidak akan terjadi ketimpangan, satu bagian tampak terlalu tipis atau kelewat tebal dari bagian lainnya, kecuali pada wilayah-wilayah sentuhan yang menghendaki demikian.
5. Irsal (lancar),yaitu menggoreskan kalam secara cepat dan tepat, tidak tersandung atau tertahan sehingga menyusahkan, atau mogok di pertengahan goresan sehingga menimbulkan getaran tangan yang pada akhirnya merusak tulisan yang sedang digoreskan.
Lebih lanjut, Ibnu Muqlah merumuskan semua potongan huruf dalam standar huruf alif yang digoreskan dalam bentuk vertikal, dengan ukuran sejumlah khusus titik belah ketupat yang ditemuka mulai dari atas hingga kebawah (‘amadiyyan, vertex to vertex), dan jumlah titik tersebut pusparagam sesuai dengan bentuknya, dari lima sampai tujuh titik. Standar lingkaran memiliki radius atau jarak yang sama dengan alif. Kedua standar alif dan lingkaran terebut digunakan juga sebagai dasar bentuk pengukuran atau geometri. Inilah yang disebut dengan rumusan atau kaligrafi berstandar (al-khat al-mansub) sesuai dengan kaidah yang baku dan menjadi standarisasi pedoman penulisan kaligrafi murni.
Penguasaan atas rumusan ini butuh waktu adaptasi yang cukup lama. Oleh karenanya, ketekunan untuk selalu coba dan mencoba walau kesalahan kerap kali ditemukan merupakan dinamika penguasaan khat. Usaha ini harus terus dilakukan sehingga bisa teradaptasi langsung, baik bayangan bentuk rumus, bentuk huruf, titik, skala garis, dan sebagainya. Coba perhatikan gambar berikut ini.
Adapun tata letak yang baik (husn al-wad’i), menurut Ibnu Muqlah menghendaki perbaikan empat hal, antara lain:
1. Tarsîf (rapat dan teratur), yaitu tepatnya sambungan satu huruf dengan yang lainnya. Coba perhatikan contoh berikut ini
Gambar 7. Gaya khat sulus
Contoh gaya khat sulus diatas disusun dengan kerapatan yang teratur, seimbang jarak antar huruf, sesuai dengan ukuran kaidah baku yang dijadikan standarisasi penulisan resmi.
Selanjutnya, coba perhatikan contoh gaya khat kufi diatas. Jarak, bentuk, kerapatan, kelenturan, dan potongan hurufnya disusun sama persis, simetri, dan proporsional.
2. Ta’lîf (tersusun), yaitu menghimpun setiap huruf terpisah (tunggal) dengan lainnya dalam bentuk wajar dan indah. Coba perhatikan contoh diatas, bentuk-bentuk tiap huruf gaya sulus diatas tidak ditulis dengan bentuk yang berbeda, melainkan sama semuanya, baik bentuk, tebal tipis, tinggi dan lebarnya. Keseragaman 3 huruf ha/ jim yang terletak di tengah kanan, bawah, dan kiri menimbulkan kesan keindahan atas karakter bentuk huruf tersebut. Begitu juga 4 huruf lam alif.
3. Tastîr (selaras, beres), yaitu menghubungkan suatu kata dengan yang lainnya sehingga membentuk garisan yang selaras letaknya bagaikan mistar (penggaris). Coba perhatikan contoh sulus diatas, bagaimana 3 huruf lam alif disusun sejajar. Atau lihat berikut ini.
Pada contoh gaya diatas susunan antar huruf bagian bawahnya selaras diatas garis mistar, dan rapi.
4. Tansîl (bagaikan pedang atau lembing kerena indahnya), yaitu meletakkan sapuan-sapuan garis memanjang yang indah pada tiap huruf sambung. Coba lihat contoh berikut ini.
Pada contoh khat diwany diatas, sapuan atau goresan huruf sin pada kalimat syarîfah di baris awal, kepala kaf tunggal, akhir dan tengah di baris tengah, begitu juga di baris bawah tampak memanjang seperti sabetan pedang, indah, tetapi semua bentuknya wajar.
Semua keindahan itu dapat disusun dengan proporsional, bentuk yang wajar, dan indah jika memenuhi kriteria penulisan yang diakui. Berikut ini adalah contoh kaidah khat naskah yang banyak sekali digunakan dalam penulisan manuskrip atau teks-teks resmi, yang diakui oleh khattat Indonesia pada umumnya sebagai langkah awal penguasaan kaidah huruf. Jika rumusan/ kaidah gaya huruf ini telah dikuasai, gaya huruf khat yang lain mudah dikuasai juga
Pada bagian atas dan bawah, terdapat kesamaan bentuk kepala ‘ain mulai dari atas potongan atas, tengah, dan bawah. Kesamaam bentuk itu disebabkan kemampuan ulung khattat Muhammad Syauqy yang telah menjadi master kaligrafi Turki. Begitu juga bentuk huruf-huruf yang lainnya.
Adapun pada kolom tengah, merupakan kaidah naskhi yang terdiri dari benuk-benuk varian kaf. Sedangkan kolom tengah bagian bawah, merupakan bentuk varian huruf mim. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kriteria penulisan menjadi prinsip utama yang harus dikuasai khattat, kemudian mengaplikasikannya pada tiap gaya khat tersendiri.
Lanjutannya disini Mas......