ROMANTIKA YUSUF;
MENELADANI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) NABI YUSUF
Oleh: Yusuf Firdaus Hsb
“Sesungguhnya, dalam kisah-kisah mereka (para nabi) itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab suci) sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”
(QS. Yusuf, 12: 111).
Mukaddimah
Dalam judul buku ini dipaparkan kisah hidup dan perjuangan Nabi Allah Yusuf AS yang diterpa berbagai cobaan, dimulai dari umur kanak-kanak hingga dewasanya. Buku ini ditulis—dan diterjemahkan—dengan metode sederhana, antara lain:
1. Pemilihan metode dialogis agar dapat mengajak pembaca untuk berinteraksi dengan isi pemikiran Amru Khalid, sehingga pesan ajaran dari surah Yusuf dapat dicerna dan dihayati.
2. Penjelasan demi penjelasan dimulai dari urgensi surah dan alasan surah ini dikatakan sebaik-baik kisah yang ada dalam al-Quran, kemudian disertai dengan paparan berbagai fitanh dan cobaan yang Nabi Yusuf hadapi, serta bagaimana beliau menyikapinya, mulai dari kesiapan menerima dan menghadapi tantangan dan rintangan hidup.
3. Penguaraian hikmah dan pelajaran dari ayat demi ayat yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin keluar dari segenap permasalahan menuju ridha Allah.
AQ atau Adversity Quotient adalah salah satu kecerdasan penting untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan lahir batin dalam mengatasi kesulitan. Kecerdasan ini mampu mengubah hambatan menjadi peluang.
Manusia tidak pernah luput dari cobaan dan musibah. Cobaan dan musibah itu hakikatnya menempa manusia agar menjadi manusia tangguh, yang dibuktikan dengan kerja keras dan perjuangan sengit dalam menghadapinya. Tidak ada yang tidak pernah menemukan kesulitan. Mulai dari yang bersifat sangat sederhana hingga paling kompleks sekalipun.
Problematika Dan Kesehatan Mental
Pada bagian pertama, buku ini menjelaskan urgensi diturunkannya Surah Yusuf. Orang-orang mukmin menyadari dan meyakini bahwa al-Quran sebagai penawar hati. Sudah sewajarnya individu muslim mengembalikan segenap problematika kehidupan hanya kepada Allah lewat Titah Suci-Nya, yaitu al-Quran. Rasa sedih, gelisah, takut, dan apapun yang dapat menghimpit jiwa manusia menjadikan al-Quran sebagai solusi yang brilian. Inilah yang disebut dengan aktivitas kejiwaan mengaktualisasikan diri dengan agamanya.[1]
Surah Yusuf diturunkan ketika ‘am al-huzn (tahun duka cita) tidak lama setelah paman beliau Abu Thalib dan istrinya Siti Khadijah wafat. Sementara itu Rasululllah dan sahabatnya dihimpit berbagai cobaan, seperti penyiksaan dan penganiayaan kaum kafir Makkah, difitnah, dikhianati, dan diusir dari tanah airnya. Dan yang lebih parah lagi, 2 paman kandungnya sendiri Abu jahal dan Abu Lahab bermakar buruk kepada beliau. Pada saat yang genting ini, turunlah Surah Yusuf sebagai penghibur, penawar duka, dan pengobat luka hatinya.[2]
Sejalan dengan hal diatas, Abdullah bin Mas’ud RA berkata seperti yang diterjemahkan Sarwedi dan Heri Efendi: “tidaklah seseorang yang bersedih membaca Surah Yusuf, melainkan Allah akan menghilangkan kesedihannya.” Begitu juga Umar bin Khattab, selalu menangis setiap kali membaca surah ini, ketika itu seorang sahabat bertanya: “mengapa menangis, wahai amirul mukminin? engkau mengetahui kisah dan akhir kehidupan Yusuf AS.” Umar selalu menangis setiap kali melewati kisah penderitaannya karena penghayatannya yang begitu tinggi, sehingga tidak pantas rasanya seorang pemimpin selalu putus asa dalam menghadapi permasalahan.[3]
Ketika kita mencermati surah ini, banyak ditemukan hal-hal kontradiktif dengan akal fikiran dan perkiraan manusia. Dalam buku ini dipaparkan beberapa cobaan yang dialami Yusuf kecil hingga dewasa, diantaranya adalah:
1. Sasaran kedengkian dan hasudan saudara-saudaranya, sebab ayah beliau Nabi Ya’qub lebih menyayanginya daripada yang lain.[4]
2. Berpisah dengan keluarga pada usia 12 tahun selama 14 tahun, akibat perbuatan saudara-saudaranya kecuali Bunyamin.
3. Dibuang ke sumur, yang menurut sebagian mufassirin bahwa kalimat ghayabat al-jubb adalah sumur yang letaknya sangat jauh di tengah hutan, lembab tidak berair, dan binatang melata (seperti kalajengking atau ular)banyak yang berdiam di dalamnya.[5] Bagaimana jika anda atau anak anda mengalami hal yang demikian? Tentu tidak terperikan bagaimana tragisnya jika dibandingkan cerita sinetron atau komik manapun.
4. Menjadi hamba sahaya, padahal beliau adalah putra nabi Ya’qub dan keturunan mulia nabi Ibrahim AS.[6] Bagaimana jika anda sebagai anak orang kaya yang mengalami hal ini? Sungguh sangat kontras antara kenyataan dan kemustahilan.
5. Digoda dan dirayu wanita, padahal ia merupakan sosok yang tampan lagi beriman teguh kepada Allah. Jika anda mengalami hal ini, pasti anda mengikuti hawa nafsu untuk memenuhi rayuan wanita. Justru, dengan menahan godaan itu, merupakan cobaan terberat bagi orang yang tidak ingin murka Allah menimpanya, termasuk Nabi Yusuf.[7]
6. Dituduh memperkosa ibu angkatnya.[8]
7. Dipenjara, atas tuduhan memperkosa. Tuduhan ini sangat keji sekali. Walau faktanya ia tidak memperkosa, tapi penjara merupakan pilihan terbaik baginya untuk melepaskan godaan bertubi-tubi dari ibu angkatnya dan istri-istri para pembesar. Dengan siasat ini, beliau yakin bahwa penjara adalah tempat teraman daripada penjara luasnya bumi yang dipenuhi maksiat itu tadi.[9]
8. Tidak segera dikeluarkan dari penjara, padahal ia telah menitipkan ihwal kemampuannya pada teman sepenghuni penjara kepada raja, untuk menafsirkan mimpi.[10]
Masih berkaitan dengan hal-hal kontradiktif diatas, ditengah-tengah cobaan dan problematika hidup itu ternyata Nabi Yusuf diberikan balasan atau ganjaran yang baik dari Allah. Secara materi, ganjaran baik itu berupa kenikmatan harta dan kekuasaan di muka bumi, dan iman beliau makin bertambah kuat. Ada beberapa sikap positif dalam merespon atas kekejian saudaranya ketika berjumpa dengannya—sewaktu itu Nabi Yusuf menjadi raja besar di salah satu wilayah bagian Mesir—yang antara lain adalah:
1. Memaafkan, walau penderitaan itu terasa sangat pedih.
2. Tetap tabah, tegar, dan sabar.
Sirah Nabi Yusuf Dan Perspektif Kajian Kesehatan Mental
Sejalan dengan sikap Nabi Yusuf diatas, kajian Psikologi kontemporer—sebagaimana yang dikatakan Jung—bahwa kriteria jiwa yang sehat diukur dengan: 1. Seseorang mengalami individuasi, yaitu kemampuan mengembangkan semua struktur jiwanya secara seimbang, 2. Perkembangan jiwa secara kontinu tanpa orientasi ke masa lalu, harus tetap menatap masa depan. 3. Kemampuan untuk meyeimbangkan dua hal yang bertentangan dengan mengintegrasikan empat komponen dasar dalam menjalani kehidupan, yaitu perasaan, intuisi, fikiran dan pengertian.[11]
Sepertinnya kriteria yang diungkapkan Jung diatas cakupannya sangat global, untuk itu Alfred Adler salah seorang ahli psikologi dalam (depth psychology) menyatakan bahwa kepribadian yang sehat dapat dicapai seseorang jika memiliki kemampuan untuk 1. Menghargai orang lain, 2. Merespon kebutuhannya dan kebutuhan masyarakat, 3. Mengendalikan dorongan dasarnya yang bertentangan dengan masyarakat.[12] Hal senada juga dinyatakan Erich Formm mengutip dari Drs. Suprayetno bahwa orang yang berjiwa sehat adalah mereka yang telah mencapai kondisi ideal, yaitu mampu menggunakan semua kapasitas dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya untuk tujuan pengembangan diri, bukan pencapaian maateri. Hal ini ditandai dengan 1. Mampu menerima orang lain, 2. Bersifat terbuka dan toleran terhadap orang lain, 3. Mampu mempercayai orang lain, 4. Tidak memanipulasi keadaan diri dan perasaan serta fikirannya, mampu 5. Mampu mengekspresikan cintanya kepada orang lain tanpa pamrih.[13]
Sikap diatas merupakan penggambaran dan cerminan diri yang kokoh dan tahan banting, sebab Allah diyakini sebagai zat Maha Agung yang menjadi penolong dan pelindungnya.
Secara garis besar, sikap manusia dalam menghadapi problematika kehidupan terbagi 2; yaitu 1. Menerima dan 2. Menolak. Muhammad Isa Selamat dalam bukunya Penawar Jiwa dan Fikiran menyatakan bahwa pribadi manusia yang sehat dalam menghadapi problematika kehidupan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Terhindar dari kegelisahan.
2. Memiliki kemampuan menghadapi masalah.
3. Memiliki kemampuan merasakan kebahagiaan, kekuatan diri, dan harga diri.
4. Selalu berfikir positif.
5. Kemampuan mengolah dan mengginakan potensi yang dimiliki.
6. Berguna dan bermanfaat bagi orang lain dan alam sekitarnya.
7. Memiliki hati yang sehat, dengan ciri-ciri:
a. Merasa diri sebagai perantau di dunia, pencari akhirat.
b. Jiwanya merasa sakit jika meninggalkan ibadah.
c. Selalu berhadap dapat terus menerus mengabdi kepada Allah.
d. Tujuan hidupnya hanya taat kepada Allah SWT.
e. Segala derita hidupnya hilang saat melakukan ibadah.
f. Menghargai waktu.
g. Mengutamakan kualitas amal ibadah.[14]
Dalam pandangan agama Islam, sikap penerimaan dan kemampuan menghadapi problematika ditunjukkan dengan cara:
1. Sabar, yang terbagi kepada 3 garis besar:
a. Sabar terhadap musibah. Ketika itu Nabi Yusuf dibenci, dan dibuang oleh saudara-saudara dibuang ke dalam sumur yang mengerikan selama tiga hari, dan dipenjara selama 9 tahun.[15]
b. Sabar dari kemaksiatan, seperti penolakan beliau atas permintaan hasrat ibu angkatnya dan istri para pembesar untuk melakukan kemaksiatan, dan kesabaran dari godaan harta yang brlimpah.[16]
2. Sabar dalam ketaatan. Ini merupakan kulminasi kesabaran yang tertinggi, setelah menjalani dua kesabaran diatas. Hakikat kesabaran ini sangat sibjektif, dan dimanifestasikan dengan sikap dan tingkah laku yang mulia, dan bentuk pengamalannya melalui amal ibadah dan perbuatan yang dipandang terpuji pula.[17]
3. Tawakkal.
4. Memohon pertolongan (isti’anah). Ketika Nabi Yusuf difitnah memperkosa, ia dijebloskan ke penjara, dan jika ia bebas, maka godaan secara gencar menghantuinya. Untuk itu, berdoa adalah jalan terbaik ketiga untuk bertawassul kepada Allah, agar diberikan solusi dalam meretas jalan yang buntu itu.[18]
5. Kehati-hatian (ikhtiyat), seperti Coba kita renungkan, bagaimana kesabaran Nabi Ya’kub atas kehilangan putera kesayangannya? Ia tidak langsung memarahi anak-anaknya yang telah mencelakai Yusuf, ketika saudara-saudaranya memohon kepada Nabi Ya’kub untuk membawa pergi Bunyamin ke Mesir—ketika itu Nabi Yusuf telah menjadi salah seorang raja di Mesir, bersandiwara menahan Bunyamin—hal ini ditegaskan dalam al-Quran dengan firman-Nya yang artinya: “Ya'qub berkata: "Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."(QS. 12: 83). Sama dengan puteranya, Nabi Yusuf adalah tipe orang yang sangat hatii-hati. Rasulullah bersabda mengutip terjemahan dari Sarwedi yang artinya: “mintalah pertolongan secara rahasia dalam menyelesaikan semua permasalahan yang kalian hadapi, karena setiap orang yang diberikan nikmat bisa jadi dihasud oleh orang lain.[19]
Kriteria mental yang tidak sehat: I’tibar dari kisah Nabi Yusuf
Dalam artikel yang penulis temukan dari Richard H. Price dalam tulisannya ia mendefinisikan bahwa “Mental Health, is a psychological state of well-being, characterized by continuing personal growth, a sense of purpose in life, self-acceptance, and positive relations with others. Some people define mental health as the absence of mental illness, but many psychologists consider this definition too narrow. Mental health can also refer to a field of study encompassing both mental health and mental illness.”[20]
Sebagaimana telah diungkapkan diatas bahwa mental yang sehat jika seseorang jika memiliki kemampuan untuk 1. Menghargai orang lain, 2. Merespon kebutuhannya dan kebutuhan masyarakat, 3. Mengendalikan dorongan dasarnya yang bertentangan dengan masyarakat.[21] Kebalikan dari mental sehat adalah mental yang tidak sehat atau biasa disebut dengan mental illnesses, yang terdiri dari anxiety disorder, mood disorder, schizofrenia dan sejenisnya, personality disorder, cognitive disorder, dissosiative disorder, factitious disorder, substance-related disorder, eating disorder, dan impuls-control disorder.[22]
Anxiety disorders adalah kecenderungan ekspresi untuk merusak, tidak bersahabat, selalu ada rasa khawatir yang tidak karuan, dan ketakutan yang tidak beralasan. Orang yang pada umumnya mengidap penyakit mental ini mengalami gangguan secara konstan pada banyak kegiatan pada kehidupannya. Phobia salah gejalanya, yang dicetuskan dalam ketakutan atas “objek”, situasi, atau aktivitas tertentu. Panic disorder gejala kedua dimana seseorang tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang menghantui seolah-oleh dalam keadaan yang genting, atau ada seseorang yang sedang menerornya. Bahkan, kondisi fisiknya bisa tidak normal, seperti keluarnya keringat yang berlebihan, detak jantung tiba-tiba makin kencang, dan nafas yang tersengal-sengal. Ini adalah kondisi gejala yang ketiga. Orang yang mengalami obsessive-compulsive disorder mengalami gangguan fikiran dan bayangan (obsesi aneh), dan bisa-bisa stress, atau pada akhirnya mengalami depresi berat.[23]
Berdasarkan teori diatas, dalam buku Romantika Yusuf dipaparkan bahwa Nabi Yusuf menjadi korban saudara-saudaranya yang bermental tidak sehat. Ciri-cirinya adalah:
1. Berbohong,
Berbohong, biasanya disebut berdusta dan menyembunyikan kebenaran. Dalam literatur agama Islam perbuatan ini disebut dengan al-kizbu, pembohong besar disebut dengan al-kazzab, dan prinsip perbuatannya disebut dengan kitman atau menutup-nutupi kebenaran dan menciterakan kepalsuan adalah kebenaran, padahal keuntungannya semu.
Dalam buku ini, saudara-saudara Nabi Yusuf menyembunyikan kebenran selama 40 tahun dari ayahnya Nabi Ya’kub AS. Ayahnya menjadi korban siksaan batin, sehingga ayanya kehilatan penglihatan (buta mata secara fisik) walau batinnya mampu melihat, yaitu melihat kebenaran. Rasa sedih yang melanda karena kehilangan putera kesayangannya akibat ulah anak-anak kandungnya sendiri.[24]
Ketika itu, saudara Nabi Yusuf meyakinkan kepada ayahnya bahwa makar buruk yang dilakukan tidak benar, dan kenyataan sebenarnya adalah Yusuf dimakan srigala yang buas.[25] Mereka tidak tahu, bahwa nabi Ya’kub juga diberikan kemampuan futuristik, yaitu melihat kejadian di masa datang melalui ta’wil mimpi, dan menguasai ilmu psikologi, yaitu membaca watak masing-masing anaknya.[26]
2. Dengki dan benci
Sangatlah wajar kalau keinginan membunuh berasal dari kedengkian dan kebencian yang membara.[27] Hal ini ditegaskan Allah bahwa perbuatan ini banyak dilakukan oleh umat Yahudi, mereka tidak menyukai risalah kebenaran yang dibawa para nabi Allah. Dalam Surah Yusuf, Allah menegaskan tindakan mental yang tidak sehat para saudara Nabi Yusuf dalam firmannya yang artinya: “bunuhlah Yusuf, atau buanglah ia ke tempat jauh yang tidak terlihat oleh orang lain,” (QS.12: 9).
Siapa yang menjadi komando atas konspirasi ini? Dia adalah Yehuda, saudara Nabi Yusuf beda ibu. Sebagaimana kita ketahui, Nabi Ya’kub, Yusuf, hingga Musa adalah nabi para bangsa Yahudi, dan Nabi Yusuf dari bangsa Yahudi yang diutus untuk bangsa Yahudi juga.[28]
3. Bengis dan kurang ajar
Allah menegaskan dalam firman-Nya atas ketidaksehatan mental mereka dengan sikap bengis dan kurang ajar kepada para nabi,[29] yang artinya: “sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata”. (QS.12.: 8). Lebih lanjut lagi, Allah berfirman dalam penegasan kejadian tragis itu yang artinya “bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu tempat yang asing”. (QS.12: 9).
4. Selalu merasa dizalimi
Mereka selalu merasa dizalimi, padahal tidak ada kerugian yang dilakukan Nabi Yusuf kepada mereka. Yusuf ketika itu hanyalah seorang anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang yang jelas berbeda dengan anak-anaknya yang semuanya sudah dewasa. Seharusnya, saudara-saudara Nabi Yusuf sebagai kakak memberikan kasih sayang juga kepada adiknya, walaupun saudara tiri.[30]
5. Berani membunuh
Membunuh memang merupakan suatu keberanian yang membabi buta. Bagi mereka membunuh Yusuf kecil sangatlah mudah.[31]
Amru Khalid mengungkapkan bahwa semua Nabi berasal dari keturunan Nabi Ya’qub, tapi ada satu yang bukan dari keturunan dari Nabi Ya’qub, yaitu nabi Muhammad Rasulullah SAW yang berasal dari keturunan Nabi Ismail. Huyay bin Akhtab, seorang pemimpin fanatik Yahudi Madinah meramalkan bahwa suatu saat ada nabi terakhir yang akan datang untuk menyempurnakan agama samawi sebelumnya, dialah Nabi Muhammad. Kenyataan itulah yang mendorong dia untuk memusuhi Rasulullah. Dia mengetahui semua prediksi tersebut dari Taurat dan sifat yang akan dimiliki nabi akhir zaman. Huyay bin Akhtab memang orang yang sangat pintar. Karena tidak ingin nabi berikutnya/nabi akhir zaman dari bangsa Arab yang memiliki sifat-sifat paling agung, bukan dari bangsa Yahudi. Jadi, ia sangat memusuhinya. Sikap ekstrim ini diwujudkannya untuk membunuh Nabi Muhammad dengan mengumpulkan orang-orang kafir dalam peristiwa perang Khandaq. Akan tetapi Huyay tidak berhasil, bahkan ia mati dalam peperangan itu secara kafir, karena tidak mengimani dan bahkan memiliki kesamaan watak sesama Yahudi—seperti komandan konspirasi atas nabi Yusuf, Yehuda—untuk membunuh para nabi.[32]
6. Mudah mengikuti “bisikan-bisikan syetan”
Bisikan syetan kerap kali menjadi pemicu awal atas sikap dan sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Syetan mengetahui kelemahan manusia itu, dan senantiasa menghantui sang pemilik kalbu, dan menyatakan bahwa perbuatan yang baik itu adalah “ini”, keuntungannya adalah “ini”. Para saudara Nabi Yusuf, telah dikuasai syetan untuk melakukan kejahatan dengan memanfaatkan kebencian, ketakutan, kedengkian, dan kemarahan mereka kepada adiknya. Dengan melakukan perbuatan tercela itu, syetan hendak mengulur dan berusaha menjadi penasehat yang baik, bahwa kejahatan dosanya dapat dihapus dengan bertaubat.[33]
Penutup
Nabi Yusuf telah ditempa menjadi orang yang mulia di sisi Allah, dan diberi karunia tiada terhingga. Sifat inilah yang harus kita tiru. Segala problematika pasti akan kita hadapi, baik ujian langsung dari Allah maupun ujian itu dari orang yang hendak menyusahkan kita.
Manusia yang mentalnya tidak sehat, merasa senang, bangga, dan bahagia menari-nari diatas penderitaan kita, sebagai korban. Untuk menyikapi hal ini, kembali ke jalan agama dengan berinteraksi kepada al-Quran, bersabar, berdoa, bertawakkal, minta pertolongan kepada-Nya, mengikuti jejak para nabi dan Rasul, adalah jalan yang paling terbaik, tidak ada duanya.
Berkat ketaqwaan dan kesabaran ini, Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang muhsinin, dan Insya Allah kemenangan akan tiba.
Demikianlah kisah Nabi Yusuf yang dituangkan dalam paparan luas namun sederhana dalam buku Romantika Nabi Yusuf: Meneladani Adversity Quotient nabi Yusuf yang ditulis oleh Amru Khalid, dengan metode dialogis yang sederhana, penuh nasihat dan hikmah kehidupan, yang sarat dengan pernak-pernik peristiwa menyentuh kalbu, ukhuwah, etika, akidah, fikih, dan dakwah.
Sebagai anjuran bagi kita yang ingin lepas dari jeratan samudera problematika kehidupan, buku ini bermanfaat untuk menyadarkan kita bahwa:
a. Kasih sayang Allah itu masih ada. Secercah harapan, dan pertolongan masih ada. Jadi, untuk apa susah dan putus asa?
b. Bagi orang yang memiliki gejala mental kurang sehat, atau sudah ke taraf mental yang tidak sehat agar segera bertaubat dan menyadari kekurangan batin yang melanda jiwanya.
c. Bagi orang yang bermental sehat, buku ini disajikan dalam bentuk wawasan Qur’ani yang tematis, sebagai referensi dalam mencari dalil-dalil atau indikator mental yang tidak sehat.
d. Bagi kita semua, dalam sirah Nabi Yusuf yang menjadi surah isimewa dan diturunkan kepada nabi Muhammad SAW ada indikasi bahwa ahli dan praktisi psikologi dari zaman dahulu (zaman sebelum masehi) Nabi Ya’kub dan Nabi Yusuf adalah pakarnya. Untuk itu, hendaknya kita belajar dari pengalaman hidup mereka.
e. Bagi orang yang sedang dilanda kekalutan, atau apa saja yang membuat hati tidak tenang, atau waham dan waswas menyelimuti hatinya, hendaklah membaca, menghafal, mencermati, menghayati, dan bercermin kepada Surah Yusuf, insya Allah hati menjadi tenang. Surah Yusuf adalah hiburan bagi hati yang sedang gundah gulana. Ini merupakan terapi Agama, atau obat bagi hati. Marilah kita senantiasa berinteraksi dengan al-Quran.[34]
Judul asli : Yusuf Alaihissalam
Penulis : Amru Khalid
Penerbit : Areej Linnasyr wa
at-Tauzi’
Alih bahasa : H. Sarwedi Lc
Tebal : 296 halaman
Pustaka
Al-Quran al-Karim
Adler, Alfred, artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
Cohen, Alex, & Kleinman, Arthur M. artikel diakses pada tanggal 30 November 2009.dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation. All rights reserved.
Isa Selamat, Muhammad, Penawar Jiwa dan Fikiran, Jakarta: Kalam Muliia, 2001
Jung, Carl, Modern Man in Search of a Soul, Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008. Artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation.
Khalid, Amru, Romantika Nabi Yusuf, Penerjemah Sarwedi dan Heri Effendi dari Yusuf ‘Alaihissalam, Jakarta: Pustaka Maghfirah, 2004
Price, Richard H, "Mental Health." Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
Suprayetno , Psikologi Agama, Medan: Fak. Tarbiyah IAIN SU, 2005
[1] Lihat Carl Jung, Modern Man in Search of a Soul, Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008. Artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation.
[2] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf, Penerjemah Sarwedi dan Heri Effendi dari Yusuf ‘Alaihissalam, (Jakarta: Pustaka Maghfirah, 2004), h. 17.
[3] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 19.
[4] Mata rantai kesalahan saudara-saudara yusuf, Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h.100.
[5] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 101.
[6] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 26.
[7] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 111.
[8] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 130.
[9] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 177.
[10] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 213.
[11] Lihat Carl Jung, Modern Man in Search of a Soul, (New York: Harcourt, Brace and World, 1993)
[12] Alfred Adler, Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008. Artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation.
[13]Suprayetno, Psikologi Agama, (Medan: Fak. Tarbiyah IAIN SU, 2005), h. 120.
[14] Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan Fikiran, (Jakarta: Kalam Muliia, 2001), h. 89.
[15] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 31-32.
[16] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 33.
[17] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 35.
[18] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 178.
[19] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 75.
[20] Richard H. Price, "Mental Health." Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
[21] Alfred Adler, artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
[22] Alex Cohen & Arthur M. Kleinman, artikel diakses pada tanggal 30 November 2009.dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation. All rights reserved.
[23] Alex Cohen & Arthur M. Kleinman,...
[24] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 95, 114.
[25] Lihat QS. Yusuf. 12: 8-10.
[26] Lihat Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 77, dan 105.
[27] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 83, 94.
[28] Lihat paparannya dalam Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 93-94.
[29] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 95.
[30] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 94. Lihat penegasan ayat tersebut di QS.12: 8.
[31] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 94, 95.
[32] Lihat, Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 82-84.
[33] Lihat pada Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 99, dan QS.12: 9.
[34] Alhamdulillah, saya telah mencobanya, dan memang benar ternyata surah Yusuh mampu menghibur ketika dilanda masalah. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.