Pelajaran kaligrafi untuk Madrasah Tsanawiyah/ SMP dimulai dari Naskhi. Namun tetap berbeda dari seri-seri sebelumnya, yaitu jilid 1 untuk TQA/TK dan MI/SD, yang isinya sebagai pengenalan atas khat Naskhi. Buku panduan jilid 3 dengan judul BELAJAR KALIGRAFI Untuk Madrasah Tsanawiyah (bag 1) ini merupakan pemantapan, sehingga pengetahuan tentang khat Naski dapat dikuasai dari segala aspeknya secara komprehensif.
Contohnya tatacara mengoreskan huruf sambung, yang mana siswa dituntun menguasai berbagai variasi sambungan huruf. Agar hasil tulisan lebih mantap, setiap goresan selalu dibarengi dengan ukuran-ukuran yang dirumuskan secara sistematis dan detail oleh Ibnu Muqlah, bapak kaligrafer ternama yang namanya telah diabadikan dalam sejarah kebudayaan dan seni Islam.
Rumus-rumus Ibnu Muqlah yang disebut dengan al-Khat al-Mansub (kaligrafi berstandar) terdiri dari sistem penggunaan standar huruf alif dengan 5 titik belah ketupat pada suatu lingkaran. Sederhananya, rumus itu dapat Anda lihat di bawah ini.
Setelah khat Naskhi, Riq’ah juga menjadi pilihan (jilid 4) yang banyak digunakan untuk menulis cepat seperti pelaaran dikte (imla’) atau ringkasan (khulasah). Cukuplah dua jenis khat ini dikuasai sepenuhnya oleh para siswa Madrasah Tsanawiyah.
Menguasai khat dengan mantap mungkin membutuhkan waktu yang tidak sebentar, walau ini tidak mutlak. Namun, kita dituntut bergerak cepat, sebab eksistensi kaligrafi di berbagai madrasah semakin menjamur seiring dengan kebutuhan masyarakat muslim atas skill yang satu ini. Disamping siswa dituntut bisa menulis khat dengan benar, namun pencapaian skill dalam tingkat “mahir” tetap menjadi rujuan yang utama.
Disamping itu, kaligrafi juga mejadi primadona masyarakat muslim sebagai unsur estetika hiasan interior mereka, khususnya masjid, majelis taklim, dan sebagainya. Bahkan bukan ini saja, pertumbuhan kaligrafi dari basis yang paling rendah seperti TQA hingga Aliyah memicu kebijakan lokal sekolah untuk mengadakan kompetisi dalam bidang Khat al-Quran, bahkan tak jarang mengirimkan siswanya sebagai duta untuk Musabaqah Khat al-Quran (MKQ) dari tingkat kecamatan hingga Nasional.
Dengan mempelajari Khat Naskhi dari buku jilid 3 ini sebagai ilmu dasar dalam mempelajari khat al-Quran, siswa diharapkan mahir dan tekun belajar dan latihan di rumah. Jadi, hendaknya pembimbing atau ustad tidak berperan sebagai pengantar materi, namun sebagai motivator.
Selain itu, setiap penyelenggara pendidikan dan latihan (diklat) kaligrafi hendaknya mendirikan sanggar-sanggar kaligrafi yang dimanajemeni secara lokal, agar pembinaan kaligrafi terarah secara mantap, dan siswa pun menjadi bergairah untuk latihan.
Materi tuntunan dari buku ini cocok bagi siswa Tsanawiyah dan sederajat. Disamping tematis dan praktis, buku ini sangat mudah difahami. ;)
Lanjutannya disini Mas......Menurut Ibnu Muqlah, dikutip dari buku ‘Seni Kaligrafi Islam’ karangan Drs. H.D. Sirojuddin AR M.Ag, bahwa bentuk kaligrafi al-Quran barulah dianggap benar jika memenuhi lima kriteria sebagai berikut:
1. Tawfiyah (tepat), yaitu huruf harus mendapatkan usapan goresan sesuai dengan bagiannya secara utuh, baik lengkungan, kejuran, dan bengkokan.
2. Itmam (tuntas), yaitu setiap huruf harus diberikan ukuran yang utuh, baik panjang, pendek, tebal dan tipis.
3. Ikmal (sempurna), yaitu setiap usapan goresan harus sesuai dengan kecantikan bentuk yang wajar, baik gaya tegak, terlentang, memutar dan melengkung.
4. Isyba’ (padat), yaitu setiap usapan goresan harus mendapat sentuhan pas dari mata pena (nib pen) sehingga terbentuk keserasian. Dengan demikian tidak akan terjadi ketimpangan, satu bagian tampak terlalu tipis atau kelewat tebal dari bagian lainnya, kecuali pada wilayah-wilayah sentuhan yang menghendaki demikian.
5. Irsal (lancar),yaitu menggoreskan kalam secara cepat dan tepat, tidak tersandung atau tertahan sehingga menyusahkan, atau mogok di pertengahan goresan sehingga menimbulkan getaran tangan yang pada akhirnya merusak tulisan yang sedang digoreskan.
Lebih lanjut, Ibnu Muqlah merumuskan semua potongan huruf dalam standar huruf alif yang digoreskan dalam bentuk vertikal, dengan ukuran sejumlah khusus titik belah ketupat yang ditemuka mulai dari atas hingga kebawah (‘amadiyyan, vertex to vertex), dan jumlah titik tersebut pusparagam sesuai dengan bentuknya, dari lima sampai tujuh titik. Standar lingkaran memiliki radius atau jarak yang sama dengan alif. Kedua standar alif dan lingkaran terebut digunakan juga sebagai dasar bentuk pengukuran atau geometri. Inilah yang disebut dengan rumusan atau kaligrafi berstandar (al-khat al-mansub) sesuai dengan kaidah yang baku dan menjadi standarisasi pedoman penulisan kaligrafi murni.
Penguasaan atas rumusan ini butuh waktu adaptasi yang cukup lama. Oleh karenanya, ketekunan untuk selalu coba dan mencoba walau kesalahan kerap kali ditemukan merupakan dinamika penguasaan khat. Usaha ini harus terus dilakukan sehingga bisa teradaptasi langsung, baik bayangan bentuk rumus, bentuk huruf, titik, skala garis, dan sebagainya. Coba perhatikan gambar berikut ini.
Adapun tata letak yang baik (husn al-wad’i), menurut Ibnu Muqlah menghendaki perbaikan empat hal, antara lain:
1. Tarsîf (rapat dan teratur), yaitu tepatnya sambungan satu huruf dengan yang lainnya. Coba perhatikan contoh berikut ini
Gambar 7. Gaya khat sulus
Contoh gaya khat sulus diatas disusun dengan kerapatan yang teratur, seimbang jarak antar huruf, sesuai dengan ukuran kaidah baku yang dijadikan standarisasi penulisan resmi.
Selanjutnya, coba perhatikan contoh gaya khat kufi diatas. Jarak, bentuk, kerapatan, kelenturan, dan potongan hurufnya disusun sama persis, simetri, dan proporsional.
2. Ta’lîf (tersusun), yaitu menghimpun setiap huruf terpisah (tunggal) dengan lainnya dalam bentuk wajar dan indah. Coba perhatikan contoh diatas, bentuk-bentuk tiap huruf gaya sulus diatas tidak ditulis dengan bentuk yang berbeda, melainkan sama semuanya, baik bentuk, tebal tipis, tinggi dan lebarnya. Keseragaman 3 huruf ha/ jim yang terletak di tengah kanan, bawah, dan kiri menimbulkan kesan keindahan atas karakter bentuk huruf tersebut. Begitu juga 4 huruf lam alif.
3. Tastîr (selaras, beres), yaitu menghubungkan suatu kata dengan yang lainnya sehingga membentuk garisan yang selaras letaknya bagaikan mistar (penggaris). Coba perhatikan contoh sulus diatas, bagaimana 3 huruf lam alif disusun sejajar. Atau lihat berikut ini.
Pada contoh gaya diatas susunan antar huruf bagian bawahnya selaras diatas garis mistar, dan rapi.
4. Tansîl (bagaikan pedang atau lembing kerena indahnya), yaitu meletakkan sapuan-sapuan garis memanjang yang indah pada tiap huruf sambung. Coba lihat contoh berikut ini.
Pada contoh khat diwany diatas, sapuan atau goresan huruf sin pada kalimat syarîfah di baris awal, kepala kaf tunggal, akhir dan tengah di baris tengah, begitu juga di baris bawah tampak memanjang seperti sabetan pedang, indah, tetapi semua bentuknya wajar.
Semua keindahan itu dapat disusun dengan proporsional, bentuk yang wajar, dan indah jika memenuhi kriteria penulisan yang diakui. Berikut ini adalah contoh kaidah khat naskah yang banyak sekali digunakan dalam penulisan manuskrip atau teks-teks resmi, yang diakui oleh khattat Indonesia pada umumnya sebagai langkah awal penguasaan kaidah huruf. Jika rumusan/ kaidah gaya huruf ini telah dikuasai, gaya huruf khat yang lain mudah dikuasai juga
Pada bagian atas dan bawah, terdapat kesamaan bentuk kepala ‘ain mulai dari atas potongan atas, tengah, dan bawah. Kesamaam bentuk itu disebabkan kemampuan ulung khattat Muhammad Syauqy yang telah menjadi master kaligrafi Turki. Begitu juga bentuk huruf-huruf yang lainnya.
Adapun pada kolom tengah, merupakan kaidah naskhi yang terdiri dari benuk-benuk varian kaf. Sedangkan kolom tengah bagian bawah, merupakan bentuk varian huruf mim. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kriteria penulisan menjadi prinsip utama yang harus dikuasai khattat, kemudian mengaplikasikannya pada tiap gaya khat tersendiri.
Lanjutannya disini Mas......Oleh: Yusuf Firdaus, +6213 61563478
Secara bahasa dekorasi berasal dari kata yang diadaptasi dari bahasa Inggris, yakni decoration, yang artinya hiasan; perhiasan; ornamentasi. Dalam “encharta Dictionary” decoration diartikan dengan ungkapan an item, usually one of a group, attached to something to make it look more attractive or to mark a special occasion. Sederhananya, dekorasi adalah suatu elemen yang diterapkan pada suatu objek agar kelihatan menarik dan berkesan untuk keperluan atau tujuan tertentu. Salah satunya adalah dekorasi interior.
Dekorasi interior adalah usaha pengembangan bagian dalam dan ruang kegiatan suatu bangunan ( indoor living & working spaces) yang biasanya digunakan untuk keperluan praktis dan estetis. Contohnya adalah dekorasi kaligrafi masjid/ mushalla Kantor BMG Ciputat. Geliat permintaan jasa dekorasi kaligrafi interior semakin dibutuhkan akhir-akhir ini, mengingat semakin sepinya jamaah yang berkunjung ke tempat ibadah. Ini sudah dibuktikan oleh litbang Republika. Selain alasan belum dioptimalkannya kegiatan rohani, suasana interior yang kurang menarik turut menjadi alasan utamanya. Untuk itulah, kehadiran dekorasi kaligrafi sangat perlu dalam memperindah interior mushola ini agar lebih menarik, dan memberikan kenyamanan bagi jamaah yang hendak berlama-lama untuk beribadah di dalamnya. Intinya, tentu saja memakmurkan rumah ibadah.
Dalam liputan kali ini, Tim kecil Proyek Kaligrafi Indah sedang menggarap dekorasi kaligrafi musholla kantor BMG Ciputat, di galeri yang berlokasi di K.H Muhasim 6, No. 49 Rt. 009/06 Cilandak Barat (Jaksel) sejak hari senin, 6 Juli 2009 hingga saat ini.
Tidak seperti biasanya, permintaan costumer (pihak kantor BMG) lebih memilih media triplek daripada media dinding, selain pertimbangan kondisi bangunan yang sewaktu-waktu ada renovasi, juga fleksibilitasnya diperhitungkan. Tinggal buka, lalu amankan. Suatu saat bisa dipasang kembali seperti sedia kala.
Mau tahu seperti apa penggarapan ini berlangsung? Kita simak paparan berikut ini.
1. Preparation
Preparation adalah langkah pertama yang dilakukan, yaitu menyiapkan segala sesuatunya seperti pengadaan bahan cat, dempul , media triplek, peralatan yang meliputi kuas berbagai ukuran dan merk, pensil, peggaris, penghapus, kertas, cutter, dan sebagainya yang dianggap perlu.
Kemudian mengukur media tripleks sesuai dengan ukuran interior yang telah diukur, kemudian memotongnya dengan cutter. Proses ini membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian yang ekstra agar hasil potongan tetap halus dan rata. Tentu saja hati-hati agar anggota tubuh seperti tangan/kaki jangan sampai terluka.
Setelah memperoleh media dengan ukuran sebenarnya, langkah selanjutnya adalah melapisi media tripleks dengan dempul, hingga diakhiri dengan penghalusan permukaan dengan ampelas. Hal ini dipandang perlu demi ketahanan tripleks dan cat, serta memberikan kemudahan dalam mengaplikasikan cat.
Proses ini diakhiri dengan mendasari triplek dengan cat dasar putih, lalu diplotting.
2. Blocking
Setelah diplotting—atau dipola—langkah selanjutnya adalah melakukan pendasaran sebagai background atas blok-blok atau bagian tertentu sesuai dengan warna tertentu, sebelum proses ornamentasi. Untuk sesi ini, dibutuhkan 3 kali proses pengecatan atau lebih sehingga permukaan diaggap rata dan siap untuk diornamentasi atau ditulis. Tergantung kebutuhan sih.
Bagian utama yang diblok adalah bagian tulisan/ ayat al-Quran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, kemudian merapihkan bagian-bagian tertentu agar lebih rata dan halus. Setelah itu, barulah memblock bagian ornamentasi. (to be continued…)
Lanjutannya disini Mas......Kata “Tuhan” adalah istilah yang menyimbolkan Wujud Mutlak, Sempurna, Hidup, dan Berdiri Sendiri, hanya kepada Allah Rabbul ‘Alamin semua wujud nisbi bergantung. Allah adalah Rabb, Maha Manajer Kehidupan, Yang Menyediakan semua rezeki sebagai fasilitas bagi seluruh manusia, dan yang Maha Mampu Membentuk (al-Mushawwir) lewat sunnatullah-Nya.
Allah adalah Tuhan/ Ilah yang—mau tak mau—seluruh makhluk harus menyembahnya, memujinya. Dia adalah Tuhan yang memberi sanksi, pidana, dosa dan pahala, tempat berlindung serta harapan ampunan dan pertolongan.
Allah adalah subjek satu-satunya yang tak pernah dapat diobjekkan. Bagaimana akal yang super jenius dapat memberikan gambaran bentuk zat-Nya, sementara Dia yang menciptakan akal. Maka dari itu, Allah tak dapat dilihat, dikenal, dicari, dibayangkan, ataupun dinyatakan. Tak kan ada pola yang nisbi bagi-Nya di alam ini.
Allah selalu luput dari verba pasif makhluk-Nya.
Adapun seni, merupakan manifestasi keindahan yang lahir melalui kreativitas sadar manusia. Produk keindahan yang tak disadari tidak dinamakan berseni.
Adapun hakikat keindahan adalah manifestasi sifat Jamaliyah Allah yang imanen dalam setiap wujud ciptaan-Nya. Segala sesuatu tampil dalam keindahan yang unik. Seperti inilah Allah Yang Maha Indah dalam mencipta dan mencinta keindahan.
Boleh jadi keindahan yang dimaksud disini tidak terbatas. Akan halnya perdamaian, suka cita, alam nan elok, lukisan/rupa yang begitu mengagumkan, dan segala yang mencitrakan energi positif.
Hakikat keindahan Allah adalah manifestasi sifat Jamaliyah Allah tak terbatas, dan memiliki energi positif bagi manusia.
Meskipun seni bersifat subjektif, seni memiliki nilai universal sehingga dapat diamati dan direspon oleh segenap manusia yang berbeda etnis dan background kehidupannya. Karena corak seni dan mekanismenya berada di alam kehidupan yang melibatkan semua bangsa. Belum tentu menurut orang indahnya suatu objek adalah indah bagi dirinya sendiri.
Seni juga memiliki daya untuk menggerakkan semangat manusia, membakar amarah, membuai hati ke alam nyata yang tak berwujud dan mampu melenakan. Oleh karenanya, sebagian orang mengharamkan seni, sebab seni mampu “menyihir” siapa saja tanpa pertimbangan baik dan buruknya. Untuk itulah mengapa kita memilah milih mana saja seni yang memberikan maslahat, dan yang mudharat untuk ditinggalkan.
Inilah yang dimaksud bahwa seni itu bebas nilai, tergantung bagaimana kita mengemas dan meletakkannya pada koridor tertentu.
Karena seni itu bebas nilai, maka Allah Rabbul ‘Alamin memberikan rambu-rambu kehidupan bagi manusia walaupun tidak ada nahs al-Quran dan Hadits. Cukup dengan hujjah, bahwa seni yang membawa maslahat bagi budaya dan eksistensi manusia tanpa nilai jorok dan negatif lah yang diperbolehkan.
Disamping membawa maslahat, patut kita sadari peranan seni tidak pernah lepas dari agama. Seni selalu dikendarai oleh agama dan filsafat untuk mengarahkan gaya hidup manusia agar berbudi dan luhur. Salah satu contohnya adalah penyebaran agama Islam melalui tradisi wayang oleh Sunan Kalijaga terhadap orang Jawa beberapa abad lalu. Beliau menyusupkan nilai-nilai ketuhanan, keteladanan dan akhlak melalui seni ini, agar masyarakat Hindu pada waktu itu memiliki kesadaran untuk konversi ke agama Islam.
Contoh lainnya adalah kisah perwayangan Mahabrata, Ramayana, yang diakui oleh umat Hindu mengandung ajaran agamanya. Teater Yunani, Opera, patung-patung di Gereja dan Vihara, nyanyian suci, tarian sufi, tarian bangsa Inca dan Maya, Matsnawi Rumi, Qasidah dan Qiraat al-Quran adalah contoh-contoh lainnya.
Seni sebagai mediasi dalam menyampaikan ajaran agama.
Sekarang, saya tanya Anda. Apakah Allah itu Maha Seni? Tentu Ia Maha Seni. Allah telah memberikan sinyalemen ini dalam al-Quran dengan nama-Nya yang agung, al-Mushawwir al-Kholiq. Jadi, seninya Allah itu adalah “Seni Abadi”—sebagaimana yang telah dipaparkan diatas—yang telah berhasil menjadi ujung tombak ajaran tauhid.
Jika kita museumkan ideologi agung ini, kita harus siap dengan penggantinya yang memadai buat selera zaman. Namun, satu hal yang mesti kita camkan; tiada keabadian dalam hasil kreativitas seni tanpa konsep akurat yang melatarbelakanginya.
Kretivitas positif yang dihasilkan para seniman seharusnya membawa misi maslahat, dan kemaslahatan yang terkandung itu merupakan amal saleh yang tak diragukan lagi nilainya. Tapi, amal saleh—kreativitas, atau yang biasa disebut dengan perbuatan baik—dalam pandangan akal manusia belum tentu dapat sampai ke hadirat Ilahi tanpa ruh, dan ruh seni itu adalah ikhlas.
Meskipun ikhlas telah memberikan sayap kepada amal saleh untuk terbang kepada hadratullah, ia belum mendapatkan tanggapan yang berupa balasan (jaza’) dari Rabbul ‘Alamin kalau tanpa kiblat. Dan kiblat amal saleh adalah mardhotillah.
Dengan ideologi berseni ini, maka sampailah kita di kalbu agama yang disebut dengan Samudera Tauhid. Sungguh, sangat nikmat dan elok melihat keagungan dan keindahan ciptaan Allah. Dan dengan inilah maka Allah dapat dibuktikan bahwa Dia ada dengan ketiadaannya (wujuduhu ka’adamihi).
Wallahu a’lam bisshowwab.
Lanjutannya disini Mas......a Novel by Yasmine Ghata, reviewed by Yusuf Firdaus
“KEMATIANKU selembut pucuk pandan air yang dicelupkan ke dalam tempat tinta, lebih cepat daripada tinta yang diserap kertas". Demikianlah kata Rikkat, seniman kaligrafi Utsmani, dengan suara mengalun antara kegelapan dan cahaya ketika ia mulai menulis kisah hidupnya.
Di tahun 1923, sebagai seorang gadis remaja ia sudah tahu bahwa tak sesuatu pun dapat memalingkannya dari seni kaligrafi. Namun, pada tahun yang sama, Republik Turki memutuskan hubungan dengan Islam dan secara berangsur-angsur menghapuskan bahasa dan tulisan Arab, lalu menggantinya dengan versi abjad Latin yang telah disesuaikan.
Sebagai hamba Allah dan pelayan Sultan, para “juru tulis” dipecat dan sekolah-sekolah mereka diterlantarkan. Di salah satu sekolah itu, si empu kaligrafi tua, Selim, bertemu dengan Rikkat, gadis yang bertugas menyediakan kertas dan kalam tajam kepada para seniman tua yang diremehkan oleh rezim baru itu. Peristiwa bunuh diri Selim mengukir kesepakatan abadi antara sang murid dan seni kaligrafi. Sebelum meninggal, Selim telah mewariskan kotak pena dan tinta emasnya kepada Rikkat, dan ia akan memberikannya lebih banyak lagi selama kunjungan-kunjungannya yang lucu dari balik liang kubur.
Namun, kecintaannya pada kaligrafi menguasai Rikkat dan sekaligus merampas nyaris segala yang dimilikinya: kehidupan sebagai istri dan ibu hanyalah serangkaian perpisahan dan penelantaran. Perasaannya senantiasa dicurahkan ke dalam kegiatan menulis, seraya menyusupkan emosi ke dalam hiasan huruf-huruf, sehingga menjadikan seni abadi itu lebih manusiawi dan modern.
Dengan meramu dunia seni kaligrafi yang kurang dikenal, wilayah yang serba aneh dan mistis, dengan Turki kontemporer yang terbuka akan pengaruh asing (Barat), Yasmine Ghata menulis sebuah roman yang indah sekaligus klasik dan penuh ilham berdasarkan kisah nyata yang menggugah.
YASMINE GHATA adalah pengarang keturunan Turki yang lahir di Prancis pada tahun 1975. Ia belajar Sejarah Kesenian Islam sebelum bekerja sebagai pakar seni. Tokoh Rikkat dalam novel ini tak lain adalah neneknya sendiri.
Review ini memberikan gambaran tentang lika-liku eksistensi kaligrafi dalam kancah politik Turki, dengan cara mengeksekusi perkembangan seni dan budaya Kaligrafi Islam yang pada akhirnya gaung Kaligrafi Islam kurang mendapat tempat di hati setiap muslim.
Tidak seperti seni rupa lainnya. Aspek psikologi dan metafisik seni kaligrafi hanya mengalir dalam nafas orang yang berfikir secara filosofis.
Lanjutannya disini Mas......Kaligrafi? Mungkin banyak yang pernah dengar, tapi lebih banyak yang belum tahu. Tapi kalau lukisan kaligrafi? Apalagi……
Kaligrafi sebagai elemen utama yang masuk dalam segmen seni lukis, diharapkan mampu menerjemahkan pemikiran abstrak dengan maksud menyampaikan substansi pesannya. Disinilah posisi huruf kaligrafi yang felksibel, dengan menempatkan lekukan dan komposisi susunannya yang sangat dinamis.
Disamping itu, kaligrafi (yang dirasakan oleh para khattat dan pelukis) memiliki pelbagai kemungkinan untuk membentuk huruf-huruf sebagai penafsiran garis yang bersambungan, memberikan daya tarik tersendiri kepada para seniman.
Huruf adalah lambang bunyi. Bila bunyi-bunyi digabungkan, maka makna pun timbul. Sebab itu pula kaligrafi disebut lisan al-yadd (lidahnya tangan), karena dengan tulisan itulah tangan berbicara ke kanvas lukisan. Dalam pelbagai metafora, kaligrafi juga dilukiskan sebagai kecantikan rasa, duta akal, penasihat pikiran, senjata pengetahuan, penjinak saudara dalam pertikaian, pembicaraan jarak jauh, penyimpan rahasia dan rupa-rupa masalah kehidupan, ringkasnya”kaligrafi adalah ruh di dalam tubuh” seperti dikatakan sebagian ulama.
Faktanya: pesan yang timbul dari sebuah karya seni rupa: ada sesuatu yang digoreskan, unsur garis, dan pesan-pesan. Ini yang harus diketahui khalayak umum, terutama penikmat seni.
ROMANTIKA YUSUF;
MENELADANI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) NABI YUSUF
Oleh: Yusuf Firdaus Hsb
“Sesungguhnya, dalam kisah-kisah mereka (para nabi) itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab suci) sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”
(QS. Yusuf, 12: 111).
Mukaddimah
Dalam judul buku ini dipaparkan kisah hidup dan perjuangan Nabi Allah Yusuf AS yang diterpa berbagai cobaan, dimulai dari umur kanak-kanak hingga dewasanya. Buku ini ditulis—dan diterjemahkan—dengan metode sederhana, antara lain:
1. Pemilihan metode dialogis agar dapat mengajak pembaca untuk berinteraksi dengan isi pemikiran Amru Khalid, sehingga pesan ajaran dari surah Yusuf dapat dicerna dan dihayati.
2. Penjelasan demi penjelasan dimulai dari urgensi surah dan alasan surah ini dikatakan sebaik-baik kisah yang ada dalam al-Quran, kemudian disertai dengan paparan berbagai fitanh dan cobaan yang Nabi Yusuf hadapi, serta bagaimana beliau menyikapinya, mulai dari kesiapan menerima dan menghadapi tantangan dan rintangan hidup.
3. Penguaraian hikmah dan pelajaran dari ayat demi ayat yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin keluar dari segenap permasalahan menuju ridha Allah.
AQ atau Adversity Quotient adalah salah satu kecerdasan penting untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan lahir batin dalam mengatasi kesulitan. Kecerdasan ini mampu mengubah hambatan menjadi peluang.
Manusia tidak pernah luput dari cobaan dan musibah. Cobaan dan musibah itu hakikatnya menempa manusia agar menjadi manusia tangguh, yang dibuktikan dengan kerja keras dan perjuangan sengit dalam menghadapinya. Tidak ada yang tidak pernah menemukan kesulitan. Mulai dari yang bersifat sangat sederhana hingga paling kompleks sekalipun.
Problematika Dan Kesehatan Mental
Pada bagian pertama, buku ini menjelaskan urgensi diturunkannya Surah Yusuf. Orang-orang mukmin menyadari dan meyakini bahwa al-Quran sebagai penawar hati. Sudah sewajarnya individu muslim mengembalikan segenap problematika kehidupan hanya kepada Allah lewat Titah Suci-Nya, yaitu al-Quran. Rasa sedih, gelisah, takut, dan apapun yang dapat menghimpit jiwa manusia menjadikan al-Quran sebagai solusi yang brilian. Inilah yang disebut dengan aktivitas kejiwaan mengaktualisasikan diri dengan agamanya.[1]
Surah Yusuf diturunkan ketika ‘am al-huzn (tahun duka cita) tidak lama setelah paman beliau Abu Thalib dan istrinya Siti Khadijah wafat. Sementara itu Rasululllah dan sahabatnya dihimpit berbagai cobaan, seperti penyiksaan dan penganiayaan kaum kafir Makkah, difitnah, dikhianati, dan diusir dari tanah airnya. Dan yang lebih parah lagi, 2 paman kandungnya sendiri Abu jahal dan Abu Lahab bermakar buruk kepada beliau. Pada saat yang genting ini, turunlah Surah Yusuf sebagai penghibur, penawar duka, dan pengobat luka hatinya.[2]
Sejalan dengan hal diatas, Abdullah bin Mas’ud RA berkata seperti yang diterjemahkan Sarwedi dan Heri Efendi: “tidaklah seseorang yang bersedih membaca Surah Yusuf, melainkan Allah akan menghilangkan kesedihannya.” Begitu juga Umar bin Khattab, selalu menangis setiap kali membaca surah ini, ketika itu seorang sahabat bertanya: “mengapa menangis, wahai amirul mukminin? engkau mengetahui kisah dan akhir kehidupan Yusuf AS.” Umar selalu menangis setiap kali melewati kisah penderitaannya karena penghayatannya yang begitu tinggi, sehingga tidak pantas rasanya seorang pemimpin selalu putus asa dalam menghadapi permasalahan.[3]
Ketika kita mencermati surah ini, banyak ditemukan hal-hal kontradiktif dengan akal fikiran dan perkiraan manusia. Dalam buku ini dipaparkan beberapa cobaan yang dialami Yusuf kecil hingga dewasa, diantaranya adalah:
1. Sasaran kedengkian dan hasudan saudara-saudaranya, sebab ayah beliau Nabi Ya’qub lebih menyayanginya daripada yang lain.[4]
2. Berpisah dengan keluarga pada usia 12 tahun selama 14 tahun, akibat perbuatan saudara-saudaranya kecuali Bunyamin.
3. Dibuang ke sumur, yang menurut sebagian mufassirin bahwa kalimat ghayabat al-jubb adalah sumur yang letaknya sangat jauh di tengah hutan, lembab tidak berair, dan binatang melata (seperti kalajengking atau ular)banyak yang berdiam di dalamnya.[5] Bagaimana jika anda atau anak anda mengalami hal yang demikian? Tentu tidak terperikan bagaimana tragisnya jika dibandingkan cerita sinetron atau komik manapun.
4. Menjadi hamba sahaya, padahal beliau adalah putra nabi Ya’qub dan keturunan mulia nabi Ibrahim AS.[6] Bagaimana jika anda sebagai anak orang kaya yang mengalami hal ini? Sungguh sangat kontras antara kenyataan dan kemustahilan.
5. Digoda dan dirayu wanita, padahal ia merupakan sosok yang tampan lagi beriman teguh kepada Allah. Jika anda mengalami hal ini, pasti anda mengikuti hawa nafsu untuk memenuhi rayuan wanita. Justru, dengan menahan godaan itu, merupakan cobaan terberat bagi orang yang tidak ingin murka Allah menimpanya, termasuk Nabi Yusuf.[7]
6. Dituduh memperkosa ibu angkatnya.[8]
7. Dipenjara, atas tuduhan memperkosa. Tuduhan ini sangat keji sekali. Walau faktanya ia tidak memperkosa, tapi penjara merupakan pilihan terbaik baginya untuk melepaskan godaan bertubi-tubi dari ibu angkatnya dan istri-istri para pembesar. Dengan siasat ini, beliau yakin bahwa penjara adalah tempat teraman daripada penjara luasnya bumi yang dipenuhi maksiat itu tadi.[9]
8. Tidak segera dikeluarkan dari penjara, padahal ia telah menitipkan ihwal kemampuannya pada teman sepenghuni penjara kepada raja, untuk menafsirkan mimpi.[10]
Masih berkaitan dengan hal-hal kontradiktif diatas, ditengah-tengah cobaan dan problematika hidup itu ternyata Nabi Yusuf diberikan balasan atau ganjaran yang baik dari Allah. Secara materi, ganjaran baik itu berupa kenikmatan harta dan kekuasaan di muka bumi, dan iman beliau makin bertambah kuat. Ada beberapa sikap positif dalam merespon atas kekejian saudaranya ketika berjumpa dengannya—sewaktu itu Nabi Yusuf menjadi raja besar di salah satu wilayah bagian Mesir—yang antara lain adalah:
1. Memaafkan, walau penderitaan itu terasa sangat pedih.
2. Tetap tabah, tegar, dan sabar.
Sirah Nabi Yusuf Dan Perspektif Kajian Kesehatan Mental
Sejalan dengan sikap Nabi Yusuf diatas, kajian Psikologi kontemporer—sebagaimana yang dikatakan Jung—bahwa kriteria jiwa yang sehat diukur dengan: 1. Seseorang mengalami individuasi, yaitu kemampuan mengembangkan semua struktur jiwanya secara seimbang, 2. Perkembangan jiwa secara kontinu tanpa orientasi ke masa lalu, harus tetap menatap masa depan. 3. Kemampuan untuk meyeimbangkan dua hal yang bertentangan dengan mengintegrasikan empat komponen dasar dalam menjalani kehidupan, yaitu perasaan, intuisi, fikiran dan pengertian.[11]
Sepertinnya kriteria yang diungkapkan Jung diatas cakupannya sangat global, untuk itu Alfred Adler salah seorang ahli psikologi dalam (depth psychology) menyatakan bahwa kepribadian yang sehat dapat dicapai seseorang jika memiliki kemampuan untuk 1. Menghargai orang lain, 2. Merespon kebutuhannya dan kebutuhan masyarakat, 3. Mengendalikan dorongan dasarnya yang bertentangan dengan masyarakat.[12] Hal senada juga dinyatakan Erich Formm mengutip dari Drs. Suprayetno bahwa orang yang berjiwa sehat adalah mereka yang telah mencapai kondisi ideal, yaitu mampu menggunakan semua kapasitas dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya untuk tujuan pengembangan diri, bukan pencapaian maateri. Hal ini ditandai dengan 1. Mampu menerima orang lain, 2. Bersifat terbuka dan toleran terhadap orang lain, 3. Mampu mempercayai orang lain, 4. Tidak memanipulasi keadaan diri dan perasaan serta fikirannya, mampu 5. Mampu mengekspresikan cintanya kepada orang lain tanpa pamrih.[13]
Sikap diatas merupakan penggambaran dan cerminan diri yang kokoh dan tahan banting, sebab Allah diyakini sebagai zat Maha Agung yang menjadi penolong dan pelindungnya.
Secara garis besar, sikap manusia dalam menghadapi problematika kehidupan terbagi 2; yaitu 1. Menerima dan 2. Menolak. Muhammad Isa Selamat dalam bukunya Penawar Jiwa dan Fikiran menyatakan bahwa pribadi manusia yang sehat dalam menghadapi problematika kehidupan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Terhindar dari kegelisahan.
2. Memiliki kemampuan menghadapi masalah.
3. Memiliki kemampuan merasakan kebahagiaan, kekuatan diri, dan harga diri.
4. Selalu berfikir positif.
5. Kemampuan mengolah dan mengginakan potensi yang dimiliki.
6. Berguna dan bermanfaat bagi orang lain dan alam sekitarnya.
7. Memiliki hati yang sehat, dengan ciri-ciri:
a. Merasa diri sebagai perantau di dunia, pencari akhirat.
b. Jiwanya merasa sakit jika meninggalkan ibadah.
c. Selalu berhadap dapat terus menerus mengabdi kepada Allah.
d. Tujuan hidupnya hanya taat kepada Allah SWT.
e. Segala derita hidupnya hilang saat melakukan ibadah.
f. Menghargai waktu.
g. Mengutamakan kualitas amal ibadah.[14]
Dalam pandangan agama Islam, sikap penerimaan dan kemampuan menghadapi problematika ditunjukkan dengan cara:
1. Sabar, yang terbagi kepada 3 garis besar:
a. Sabar terhadap musibah. Ketika itu Nabi Yusuf dibenci, dan dibuang oleh saudara-saudara dibuang ke dalam sumur yang mengerikan selama tiga hari, dan dipenjara selama 9 tahun.[15]
b. Sabar dari kemaksiatan, seperti penolakan beliau atas permintaan hasrat ibu angkatnya dan istri para pembesar untuk melakukan kemaksiatan, dan kesabaran dari godaan harta yang brlimpah.[16]
2. Sabar dalam ketaatan. Ini merupakan kulminasi kesabaran yang tertinggi, setelah menjalani dua kesabaran diatas. Hakikat kesabaran ini sangat sibjektif, dan dimanifestasikan dengan sikap dan tingkah laku yang mulia, dan bentuk pengamalannya melalui amal ibadah dan perbuatan yang dipandang terpuji pula.[17]
3. Tawakkal.
4. Memohon pertolongan (isti’anah). Ketika Nabi Yusuf difitnah memperkosa, ia dijebloskan ke penjara, dan jika ia bebas, maka godaan secara gencar menghantuinya. Untuk itu, berdoa adalah jalan terbaik ketiga untuk bertawassul kepada Allah, agar diberikan solusi dalam meretas jalan yang buntu itu.[18]
5. Kehati-hatian (ikhtiyat), seperti Coba kita renungkan, bagaimana kesabaran Nabi Ya’kub atas kehilangan putera kesayangannya? Ia tidak langsung memarahi anak-anaknya yang telah mencelakai Yusuf, ketika saudara-saudaranya memohon kepada Nabi Ya’kub untuk membawa pergi Bunyamin ke Mesir—ketika itu Nabi Yusuf telah menjadi salah seorang raja di Mesir, bersandiwara menahan Bunyamin—hal ini ditegaskan dalam al-Quran dengan firman-Nya yang artinya: “Ya'qub berkata: "Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."(QS. 12: 83). Sama dengan puteranya, Nabi Yusuf adalah tipe orang yang sangat hatii-hati. Rasulullah bersabda mengutip terjemahan dari Sarwedi yang artinya: “mintalah pertolongan secara rahasia dalam menyelesaikan semua permasalahan yang kalian hadapi, karena setiap orang yang diberikan nikmat bisa jadi dihasud oleh orang lain.[19]
Kriteria mental yang tidak sehat: I’tibar dari kisah Nabi Yusuf
Dalam artikel yang penulis temukan dari Richard H. Price dalam tulisannya ia mendefinisikan bahwa “Mental Health, is a psychological state of well-being, characterized by continuing personal growth, a sense of purpose in life, self-acceptance, and positive relations with others. Some people define mental health as the absence of mental illness, but many psychologists consider this definition too narrow. Mental health can also refer to a field of study encompassing both mental health and mental illness.”[20]
Sebagaimana telah diungkapkan diatas bahwa mental yang sehat jika seseorang jika memiliki kemampuan untuk 1. Menghargai orang lain, 2. Merespon kebutuhannya dan kebutuhan masyarakat, 3. Mengendalikan dorongan dasarnya yang bertentangan dengan masyarakat.[21] Kebalikan dari mental sehat adalah mental yang tidak sehat atau biasa disebut dengan mental illnesses, yang terdiri dari anxiety disorder, mood disorder, schizofrenia dan sejenisnya, personality disorder, cognitive disorder, dissosiative disorder, factitious disorder, substance-related disorder, eating disorder, dan impuls-control disorder.[22]
Anxiety disorders adalah kecenderungan ekspresi untuk merusak, tidak bersahabat, selalu ada rasa khawatir yang tidak karuan, dan ketakutan yang tidak beralasan. Orang yang pada umumnya mengidap penyakit mental ini mengalami gangguan secara konstan pada banyak kegiatan pada kehidupannya. Phobia salah gejalanya, yang dicetuskan dalam ketakutan atas “objek”, situasi, atau aktivitas tertentu. Panic disorder gejala kedua dimana seseorang tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang menghantui seolah-oleh dalam keadaan yang genting, atau ada seseorang yang sedang menerornya. Bahkan, kondisi fisiknya bisa tidak normal, seperti keluarnya keringat yang berlebihan, detak jantung tiba-tiba makin kencang, dan nafas yang tersengal-sengal. Ini adalah kondisi gejala yang ketiga. Orang yang mengalami obsessive-compulsive disorder mengalami gangguan fikiran dan bayangan (obsesi aneh), dan bisa-bisa stress, atau pada akhirnya mengalami depresi berat.[23]
Berdasarkan teori diatas, dalam buku Romantika Yusuf dipaparkan bahwa Nabi Yusuf menjadi korban saudara-saudaranya yang bermental tidak sehat. Ciri-cirinya adalah:
1. Berbohong,
Berbohong, biasanya disebut berdusta dan menyembunyikan kebenaran. Dalam literatur agama Islam perbuatan ini disebut dengan al-kizbu, pembohong besar disebut dengan al-kazzab, dan prinsip perbuatannya disebut dengan kitman atau menutup-nutupi kebenaran dan menciterakan kepalsuan adalah kebenaran, padahal keuntungannya semu.
Dalam buku ini, saudara-saudara Nabi Yusuf menyembunyikan kebenran selama 40 tahun dari ayahnya Nabi Ya’kub AS. Ayahnya menjadi korban siksaan batin, sehingga ayanya kehilatan penglihatan (buta mata secara fisik) walau batinnya mampu melihat, yaitu melihat kebenaran. Rasa sedih yang melanda karena kehilangan putera kesayangannya akibat ulah anak-anak kandungnya sendiri.[24]
Ketika itu, saudara Nabi Yusuf meyakinkan kepada ayahnya bahwa makar buruk yang dilakukan tidak benar, dan kenyataan sebenarnya adalah Yusuf dimakan srigala yang buas.[25] Mereka tidak tahu, bahwa nabi Ya’kub juga diberikan kemampuan futuristik, yaitu melihat kejadian di masa datang melalui ta’wil mimpi, dan menguasai ilmu psikologi, yaitu membaca watak masing-masing anaknya.[26]
2. Dengki dan benci
Sangatlah wajar kalau keinginan membunuh berasal dari kedengkian dan kebencian yang membara.[27] Hal ini ditegaskan Allah bahwa perbuatan ini banyak dilakukan oleh umat Yahudi, mereka tidak menyukai risalah kebenaran yang dibawa para nabi Allah. Dalam Surah Yusuf, Allah menegaskan tindakan mental yang tidak sehat para saudara Nabi Yusuf dalam firmannya yang artinya: “bunuhlah Yusuf, atau buanglah ia ke tempat jauh yang tidak terlihat oleh orang lain,” (QS.12: 9).
Siapa yang menjadi komando atas konspirasi ini? Dia adalah Yehuda, saudara Nabi Yusuf beda ibu. Sebagaimana kita ketahui, Nabi Ya’kub, Yusuf, hingga Musa adalah nabi para bangsa Yahudi, dan Nabi Yusuf dari bangsa Yahudi yang diutus untuk bangsa Yahudi juga.[28]
3. Bengis dan kurang ajar
Allah menegaskan dalam firman-Nya atas ketidaksehatan mental mereka dengan sikap bengis dan kurang ajar kepada para nabi,[29] yang artinya: “sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata”. (QS.12.: 8). Lebih lanjut lagi, Allah berfirman dalam penegasan kejadian tragis itu yang artinya “bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu tempat yang asing”. (QS.12: 9).
4. Selalu merasa dizalimi
Mereka selalu merasa dizalimi, padahal tidak ada kerugian yang dilakukan Nabi Yusuf kepada mereka. Yusuf ketika itu hanyalah seorang anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang yang jelas berbeda dengan anak-anaknya yang semuanya sudah dewasa. Seharusnya, saudara-saudara Nabi Yusuf sebagai kakak memberikan kasih sayang juga kepada adiknya, walaupun saudara tiri.[30]
5. Berani membunuh
Membunuh memang merupakan suatu keberanian yang membabi buta. Bagi mereka membunuh Yusuf kecil sangatlah mudah.[31]
Amru Khalid mengungkapkan bahwa semua Nabi berasal dari keturunan Nabi Ya’qub, tapi ada satu yang bukan dari keturunan dari Nabi Ya’qub, yaitu nabi Muhammad Rasulullah SAW yang berasal dari keturunan Nabi Ismail. Huyay bin Akhtab, seorang pemimpin fanatik Yahudi Madinah meramalkan bahwa suatu saat ada nabi terakhir yang akan datang untuk menyempurnakan agama samawi sebelumnya, dialah Nabi Muhammad. Kenyataan itulah yang mendorong dia untuk memusuhi Rasulullah. Dia mengetahui semua prediksi tersebut dari Taurat dan sifat yang akan dimiliki nabi akhir zaman. Huyay bin Akhtab memang orang yang sangat pintar. Karena tidak ingin nabi berikutnya/nabi akhir zaman dari bangsa Arab yang memiliki sifat-sifat paling agung, bukan dari bangsa Yahudi. Jadi, ia sangat memusuhinya. Sikap ekstrim ini diwujudkannya untuk membunuh Nabi Muhammad dengan mengumpulkan orang-orang kafir dalam peristiwa perang Khandaq. Akan tetapi Huyay tidak berhasil, bahkan ia mati dalam peperangan itu secara kafir, karena tidak mengimani dan bahkan memiliki kesamaan watak sesama Yahudi—seperti komandan konspirasi atas nabi Yusuf, Yehuda—untuk membunuh para nabi.[32]
6. Mudah mengikuti “bisikan-bisikan syetan”
Bisikan syetan kerap kali menjadi pemicu awal atas sikap dan sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Syetan mengetahui kelemahan manusia itu, dan senantiasa menghantui sang pemilik kalbu, dan menyatakan bahwa perbuatan yang baik itu adalah “ini”, keuntungannya adalah “ini”. Para saudara Nabi Yusuf, telah dikuasai syetan untuk melakukan kejahatan dengan memanfaatkan kebencian, ketakutan, kedengkian, dan kemarahan mereka kepada adiknya. Dengan melakukan perbuatan tercela itu, syetan hendak mengulur dan berusaha menjadi penasehat yang baik, bahwa kejahatan dosanya dapat dihapus dengan bertaubat.[33]
Penutup
Nabi Yusuf telah ditempa menjadi orang yang mulia di sisi Allah, dan diberi karunia tiada terhingga. Sifat inilah yang harus kita tiru. Segala problematika pasti akan kita hadapi, baik ujian langsung dari Allah maupun ujian itu dari orang yang hendak menyusahkan kita.
Manusia yang mentalnya tidak sehat, merasa senang, bangga, dan bahagia menari-nari diatas penderitaan kita, sebagai korban. Untuk menyikapi hal ini, kembali ke jalan agama dengan berinteraksi kepada al-Quran, bersabar, berdoa, bertawakkal, minta pertolongan kepada-Nya, mengikuti jejak para nabi dan Rasul, adalah jalan yang paling terbaik, tidak ada duanya.
Berkat ketaqwaan dan kesabaran ini, Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang muhsinin, dan Insya Allah kemenangan akan tiba.
Demikianlah kisah Nabi Yusuf yang dituangkan dalam paparan luas namun sederhana dalam buku Romantika Nabi Yusuf: Meneladani Adversity Quotient nabi Yusuf yang ditulis oleh Amru Khalid, dengan metode dialogis yang sederhana, penuh nasihat dan hikmah kehidupan, yang sarat dengan pernak-pernik peristiwa menyentuh kalbu, ukhuwah, etika, akidah, fikih, dan dakwah.
Sebagai anjuran bagi kita yang ingin lepas dari jeratan samudera problematika kehidupan, buku ini bermanfaat untuk menyadarkan kita bahwa:
a. Kasih sayang Allah itu masih ada. Secercah harapan, dan pertolongan masih ada. Jadi, untuk apa susah dan putus asa?
b. Bagi orang yang memiliki gejala mental kurang sehat, atau sudah ke taraf mental yang tidak sehat agar segera bertaubat dan menyadari kekurangan batin yang melanda jiwanya.
c. Bagi orang yang bermental sehat, buku ini disajikan dalam bentuk wawasan Qur’ani yang tematis, sebagai referensi dalam mencari dalil-dalil atau indikator mental yang tidak sehat.
d. Bagi kita semua, dalam sirah Nabi Yusuf yang menjadi surah isimewa dan diturunkan kepada nabi Muhammad SAW ada indikasi bahwa ahli dan praktisi psikologi dari zaman dahulu (zaman sebelum masehi) Nabi Ya’kub dan Nabi Yusuf adalah pakarnya. Untuk itu, hendaknya kita belajar dari pengalaman hidup mereka.
e. Bagi orang yang sedang dilanda kekalutan, atau apa saja yang membuat hati tidak tenang, atau waham dan waswas menyelimuti hatinya, hendaklah membaca, menghafal, mencermati, menghayati, dan bercermin kepada Surah Yusuf, insya Allah hati menjadi tenang. Surah Yusuf adalah hiburan bagi hati yang sedang gundah gulana. Ini merupakan terapi Agama, atau obat bagi hati. Marilah kita senantiasa berinteraksi dengan al-Quran.[34]
Judul asli : Yusuf Alaihissalam
Penulis : Amru Khalid
Penerbit : Areej Linnasyr wa
at-Tauzi’
Alih bahasa : H. Sarwedi Lc
Tebal : 296 halaman
Pustaka
Al-Quran al-Karim
Adler, Alfred, artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
Cohen, Alex, & Kleinman, Arthur M. artikel diakses pada tanggal 30 November 2009.dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation. All rights reserved.
Isa Selamat, Muhammad, Penawar Jiwa dan Fikiran, Jakarta: Kalam Muliia, 2001
Jung, Carl, Modern Man in Search of a Soul, Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008. Artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation.
Khalid, Amru, Romantika Nabi Yusuf, Penerjemah Sarwedi dan Heri Effendi dari Yusuf ‘Alaihissalam, Jakarta: Pustaka Maghfirah, 2004
Price, Richard H, "Mental Health." Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
Suprayetno , Psikologi Agama, Medan: Fak. Tarbiyah IAIN SU, 2005
[1] Lihat Carl Jung, Modern Man in Search of a Soul, Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008. Artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation.
[2] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf, Penerjemah Sarwedi dan Heri Effendi dari Yusuf ‘Alaihissalam, (Jakarta: Pustaka Maghfirah, 2004), h. 17.
[3] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 19.
[4] Mata rantai kesalahan saudara-saudara yusuf, Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h.100.
[5] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 101.
[6] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 26.
[7] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 111.
[8] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 130.
[9] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 177.
[10] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 213.
[11] Lihat Carl Jung, Modern Man in Search of a Soul, (New York: Harcourt, Brace and World, 1993)
[12] Alfred Adler, Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008. Artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation.
[13]Suprayetno, Psikologi Agama, (Medan: Fak. Tarbiyah IAIN SU, 2005), h. 120.
[14] Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan Fikiran, (Jakarta: Kalam Muliia, 2001), h. 89.
[15] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 31-32.
[16] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 33.
[17] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 35.
[18] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 178.
[19] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 75.
[20] Richard H. Price, "Mental Health." Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
[21] Alfred Adler, artikel diakses pada 30 November 2008 dari Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
[22] Alex Cohen & Arthur M. Kleinman, artikel diakses pada tanggal 30 November 2009.dari Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation. All rights reserved.
[23] Alex Cohen & Arthur M. Kleinman,...
[24] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 95, 114.
[25] Lihat QS. Yusuf. 12: 8-10.
[26] Lihat Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 77, dan 105.
[27] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 83, 94.
[28] Lihat paparannya dalam Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 93-94.
[29] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 95.
[30] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 94. Lihat penegasan ayat tersebut di QS.12: 8.
[31] Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 94, 95.
[32] Lihat, Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 82-84.
[33] Lihat pada Amru Khalid, Romantika Nabi Yusuf;..., h. 99, dan QS.12: 9.
[34] Alhamdulillah, saya telah mencobanya, dan memang benar ternyata surah Yusuh mampu menghibur ketika dilanda masalah. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Lanjutannya disini Mas......Seorang anak yang telah diklaim menggoreskan sejarah (seni) Islam telah lahir pada tahu 272 H, di Baghdad. Al-Wazir Abu Ali al-Shadr Muhammad bin al-Hasan ibnu Muqlah, yang digelari ‘Si Biji Anak Mata’.Sebenarnya Muqlah adalah nama bapaknya, dengan tradisi Arab memanggil seorang anak dengan ‘anak si fulan’, maka dipanggillah ia dengan Ibnu Muqlah. Namun, kasih sayang sang kakek kepadanya berlebihan, ia selalu dipanggil dengan sebutan “ ya muqlata abiihaa!” (wahai biji mata ayahnya).
Ia seorang jenius, menguasai ilmu dasar geometri membawa berkah dengan sematan “Imam Khatthathin” (Bapak para kaligrafer) baginya. Inilah akar utama penemuan kaligrafi cursif.
Ibnu Muqlah bekerja di bebearapa kantor pemerintahan dengan menyumbangkan keahliannya di berbagai bidang ilmu, termasuk kaligrafi. Dengan kekhasannya itulah karirnya menanjak tajam dengan menjadi salah satu wazir untuk tiga orang khalifah Abbasiyyah, antara lain khalifah Muqtadir, al-Qahir, al-Radi. Berkat keuletan dan hubungan sosial dengan sesama pejabat lain, ia menjadi orang yang terpandang.
Agaknya sudah menjadi tradisi jika seorang pejabat ternama dan memiliki kredibilitas yang baik, mengalami banyak tekanan dari berbagai oknum yang curang dalam sistem pemerintahan. Begitu juga yang dialami oleh Ibnu Muqlah. Berbagai intrik kecurangan dalam sistem pemerintahan mengakibatkan dia mengalami penindasan yang sangat sadis. Penganiayaan tepatnya.
Ibnu Muqlah pada mulanya bekerja sebagai pemungut pajak pemerintah sekaligus mengatur anggaran pengeluarannya. Hingga keadaan membalik ketika ia mejabat sebagai pejabat bawaan al-Imami al-Muqtadi Billah pada 316H. Ia difitnah oelh musunya dan hartanya disita, sementara ia dibuang ke Persia. Namun pada akhirnya ia malah menjadi pembantu al-Radi, maka musuhnya kembali mencemarkan anama baiknya hingga ia ditangkap lagi dan dicopot dari jabatan kementrian.
Ia mencoba mendekati Ibnu Raiq, perdana menteri di Baghdad, seorang pejabat dibawah khalifah yang naif itu. Namun, khalifah tidak bisa menutup-nutupi rahasianya bahkan membusukkan namanya di hadapan Ibnu Raiq. Maka ditangkaplah Ibnu Muqlah dan dipotong tangannya.
Akhirnya al-Radi pun menyesal atas sikapnya sendiri dan menyuruh para dokter untuk mengobati luka tangannya yang buntung hingga pulih.
Dalam keadaan seperti itu, Ibnu Muqlah menggoreskan pena dengan tangan kanannya. Tradisi menulis dan akademis terus dijalaninya sebagaimana biasa. Namun, Ibnu Raiq sadar akan sikap baiknya, bahwa tindakan welas asihnya itu membuat Ibnu Muqlah dapat menyaingi kekuasaannya kembali, ketika Ibnu Muqlah memohon kepadanya untuk duduk kembali di kementrian.
Kesadisan Ibnu Muqlah kumat lagi, dengan memerintahkan kepada anak buahnya untuk menangkap Ibnu Muqlah, memotong lidahnya, dan memenjarakannya hingga akhir hayat pada tahun 328 H/ 940 M. Ia dikuburkan di rumah sultan.
Mendengar kejadian itu, keluarganay menuntut pada kerajaan agar jenazahnya dikembalikan kepada keluarga, dan permintaan itu dipenuhi.
Segala kepedihan Ibnu Muqlah telah digoreskan dalam tiap-tiap bait syairnya, dengan artinya sebagai berikut:
Pabila setengahnya hapus nyawa, Menagislah sisanya
Sebab satu sama lain, Akrab senantiasa
Bukan ku tlah muak hidup di dunia
Tapi, terlanjur dipercaya sumpah mereka
Maka, cerailah tangan kananku tercinta
Kujual kepada mereka agamaku
Dengan duniaku
Namun, mereka halau aku dari dunia mereka
Setelah mereka gasak agamaku
Kugoreskan kalam sekuat upayaku
Tuk melindungi nafas-nafas mereka
Duhai malangnya… Bukannya mereka melindungiku!
Tiada nikmat dalam hidup ini
Sesudah senjata tangan kananku pergi tiada arti
Duh, hayatku nan malang
Tangan kananku tla hilang
Hilanglah, segala arti tergusur hilang.
Dengan pengorbanan yang besar, Ibnu Muqlah berhasil menggoreskan sejarah tertinggi yang besar nan suci yang tak pernah hilang dari peradaban manusia. Khususnya peradaban tulis-menulis kaligrafi di kalangan kaligrafer dunia. Kita pantas mendoakan beliau sebelum mulai belajar kaligrafi.
Keberhasilan Ibnu Muqlah dalam merumuskan desain kursif kaligrafi murni diakui sangat bagus secara teoritis bahkan praktek, pada masa itu hingga sekarang. Hingga, dalam waktu singkat mampu menggeser popularitas khat Kufi yang telah lama mengakar dalam peradaban masa itu (sebelum 328 H/ 940 M).
Tidak itu saja, demi menjaga kesempurnaan dan elektibilitas karya kaligrafi, seorang kaligrafer hendaknya memenuhi 4 husnul wadh’i (susunan yang baik) dan 5 kriteria penulisan yang sempurna sebagai dasar penulisan kaidah kaligrafi. Simak tulisan selanjutnya disini
Lanjutannya disini Mas......Tidak sedikit khattath Indonesia yang enggan mempelajari kaligrafi lebih dalam, mungkin disebabkan kitab referensi yang—mungkin dijadikan pegangan wajib—belum dimilikinya sama sekali. Why? Boleh jadi konsumen Kaligafi Islam tidak selaris konsumen seni rupa yang populer.
Jangan takut! Sekarang, kitab Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam telah hadir memenuhi kebutuhan Anda para pejuang goresan kaligrafi. Seiring dengan minat dan bakat yang terus dikembangtumbuhkan oleh Pendiri Pesantren Kaligrafi al-Quran Lemka (Drs. D. Sirojuddin AR M.Ag) buku ini diharapkan menjadi referensi utama dalam berkarya.
Sekedar review, buku ini sengaja mengulas hubungan antara guru-murid khattath terdahulu sebagai tradisi intelektualisme Arab dan Melayu Nusantara, sehingga membentuk pohon Silsilah Kaligrafer Muslim (Syajar al-Khaththathin). Dan yang lebih menarik lagi, pola penyajian buku ini disulam dengan berbagai jenis khat populer, deskripsi singkat, beserta profilnya. Tentu lebih menarik bukan?
Pembaca akan dikenalkan dengan khat Naskhi, Sulus, Diwani, Diwani Jaly, Farisi, Kufi, Riq’i, dan ditutup dengan karya lukis kaligrafi kontemporer. Karenanya, patut mendapat apresiasi secara proporsional sebagai sebuah sumbangsih berharga dalam pengembangan seni Islam di Nusantara.
Buku ini ManiaGorez, dapat membawa pembacanya seakan-akan berfantasi pada masa kejayaan Islam di Baghdad, kedigjayaan Islam di Andalusia, dan Pelangi Islam di Nusantara. Keindahan kaligrafi Islam didalamnya telah mengukuhkan misi profetik seni Islami. Karena, Seni Islami adalah ekspresi seniman yang sarat dengan nilai-nilai ketuhanan, dengan cara megagungkan kalimat-kalimat ilahiah dalam bentuk huruf sebagai simbol yang hiperbolais dalam sebuah karya seni.
“Namun, karya kreatif ini tak sepenuhnya paripurna”, ungkap Pak D. Sirojuddin penyusunnya. Lebih lanjut beliau berpesan bahwa buku ini mudah-mudahan dapat dinobatkan sebagai ‘kitab suci’ yang dapat memancing kelahiran karya-karya besar lainnya du Nusantara.
Untuk menggambarkan representasi kaligrafer dunia, buku setebal 574 halaman ini masih belum mengakomodir berbagai karya agung yang tersebar di berbagai sudut dunia. Dari ungkapan ini, seakan-akan Ust. D.Sirojuddina AR meminta para kaligrafer muda Nusantara untuk melahirkan karya seni lainnya.
Jadi, tunggu apa lagi. Ayo segera miliki sekarang juga!
Judul: Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam
Pengarang: Drs. H. D. Sirojuddin AR, M.Ag
Penerbit: Dar Ulum Press
Lanjutannya disini Mas......
A. Defenisi Minat
Minat menurut bahasa artinya kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan; dan suka terhadap sesuatu.[1] Dalam Ensiklopedi Umum disebutkan bahwa minat adalah kecenderungan bertingkah laku yang terarah pada objek kegiatan atau pengalaman tertentu.[2] WJS. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan minat adalah ungkapan; kesukaan; kecenderungan hati kepada sesuatu.[3] Sedangkan dalam kamus lengkap Indonesia-Inggris, minat disebut dengan term “interest; liking; desire; attention”.
Jika seseorang berminat terhadap sesuatu, maka dikatakan “someone to be interested...; have an interested to...; have a liking ...”. Adapun subjek atau peminat disebut dengan “devoote, amateur, fan, admirer, supporter, dan interested person”. Sedangkan peminatan (dalam tingkat pendidikan tinggi) disebut dengan concentration atau majority.[4]
Minat secara istilah menurut beberapa pakar psikologi dan pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Menurut Slameto, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan serta keterikatan pada sesuatu hal atau aktifitas tanpa ada yang menyuruh.[5]
b. Menurut Muhibbin Syah, minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi, atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.[6]
c. Crow & Crow mengatakan minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita untuk cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda, kegiatan, ataupun bisa berupa pengalaman efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.[7]
d. Menurut Doyles Fryer minat adalah gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau aktifitas yang menstimulir perasaan senang kepada individu.[8]
e. Sedang Witherington berpendapat bahwa minat adalah kesadaran seseorang pada sesuatu, seseorang, suatu soal atau situasi yang bersangkut paut dengan dirinya. Tanpa kesadaran seseorang pada suatu objek, maka individu tidak akan pernah mempunyai minat terhadap sesuatu.[9]
f. Herbart mengartikan minat sebagai sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang pada apa yang akan mereka lakukan bila diberi kebebasan untuk memilihnya. Bila mereka melihat sesuatu itu mempunyai arti bagi dirinya, maka mereka akan tertarik terhadap sesuatu itu yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan kepuasan bagi dirinya.[10]
g. Sedangkan Drever mengartikan minat (interest) ke dalam dua pengertian, baik fungsional maupun struktural. Minat dalam pengertian fungsional menunjukan suatu jenis pengalaman perasaan yang disebut kegunaan (worthwhileness) yang dihubungkan dengan perhatian pada objek atau tindakan. Sedang minat dalam pengertian struktural adalah elemen atau hal dalam sikap individu, baik bawaan ataupun karena perolehan, sehingga seseorang itu cenderung memenuhi perasaan worthwhileness dalam hubungannya dengan objek-objek atau hal-hal yang berhubungan dengan subjek khusus, atau bidang pengetahuan khusus. Apa yang disebut sebagai “doctrine of interest” dalam pendidikan harus berdasarkan pada minat anak, dan selanjutnya minat baru dikembangkan berdasarkan minat yang sudah ada tersebut.[11]
h. Dalam kamus psikologi, Chaplin menyebutkan bahwa interest atau minat dapat diartikan sebagai:
- Suatu sikap yang berlangsung terus menerus yang memberi pola pada perhatian seseorang sehingga membuat dirinya selektif terhadap objek minatnya.
- Perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas pekerjaan atau objek itu berharga atau berarti bagi individu.
- Satu keadaan motivasi atau satu set motivasi yang menuntut tingkah laku menuju satu arah tertentu.[12]
i. Dalam “Encyclopedia of Psychology”, minat adalah kecenderungan tingkah laku yang mengarah pada tujuan yang pasti, berupa aktivitas-aktivitas atau pengalaman yang menarik dari tiap individu. Apabila individu atau seseorang menaruh minat terhadap sesuatu, maka itu berarti ia telah menetapkan tujuan sebelumnya.
Dari beberapa defenisi yang dikemukan oleh pakar diatas, tampaknya pengertian minat pada prinsipnya sama, hanya sedikit terdapat perbedaan.
Minat menurut istilah adalah kecenderungan jiwa atau perasaan yang tinggi seseorang atau subjek terhadap suatu objek untuk mengingat dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang menaruh minat terhadap suatu objek merasakan adanya kebutuhan penting bagi kehidupannya, dan melakukan usaha-usaha yang teguh tanpa ada paksaan dari orang lain. Untuk mendapatkan objek yang diminatinya, subjek harus mengidentifikasi sejauh mana keuntungan dan kebutuhan yang diinginkan dari objek tersebut, bagaimana cara memenuhi keinginannya, dan disikapi dengan membuat suatu keputusan (making a decition).
B. Defenisi Menulis
Menulis adalah kegiatan motorik untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara (huruf). Menulis lazimnya diatas kertas dengan menggunakan peralatan seperti pena atau sejenisnya. Semakin berkembangnya zaman, defenisi menulis juga semakin luas, tergantung situasi dan kondisi. Zaman Mesir kuno, orang-orang menulis dengan menggunakan peralatan yang tidak secanggih sekarang. Zaman sekarang orang-orang telah mencatat atau mengekspresikan idenya lewat tulisan dengan menggunakan komputer atau note book, atau media yang relevan dengan kebutuhan.[13]
Minat menulis ayat al-Quran diartikan suatu perasaan suka, gemar, bahkan senang mengeksplorasi, berekspresi, dan mengkreasikan aksara kalimat Ilahi dengan indah, termasuk keselarasan, keseimbangan, kesempurnaan, dan kehalusan tulisan yang mampu menggugah rasa estetika dirinya dan orang yang melihatnya. Semakin senang menulis ayat al-Quran, maka semakin giat kegiatan motorik ini dilakukan, dan semakin tinggi kecintaannya terhadap kaligrafi al-Quran.[14] Bagaimanakah pengaruh diklat seni kaligrafi al-Quran terhadap minat? Untuk penjelasan ini kita harus memahami komponen minat, jenisnya, aspeknya, selanjutnya baru kita dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya.
C. Jenis Minat Menulis Kaligrafi al-Quran
Wayan Kuncara dan P.P.N Sumartana dalam buku Evaluasi Pendidikan, mengutip dari Kuder bahwa salah satu jenis minat adalah minat seni,yaitu kecenderungan atau rasa suka terhadap aktifitas apa saja yang berhubungan dengan kesenian, kerajinan, dan kreasi tangan, atau keindahan.[1] Maka, kaligrafi termasuk jenis minat terhadap seni, dan individu atau orang yang menyukai seni dapat kita sebut peminat seni, walau dia seorang penikmat seni.
Insya Allah tulisan ini bermanfaat
jika studi pustaka Anda cocok dengan saya
[1]Wayan Nurkanca & P.P.N Sumartana, Evaluasi Pendidikan Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1998), cet.ke-4, h. 238.
[1]Frista Arimanda W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,(Jombang: Lintas Media, tt), h. 816
[2]Hasan Shadily, Ensiklopedi Umum, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1983), jilid.4, h. 2252
[3]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1984), h. 650
[4]Alan M. Steven & A. Ed Schimidgall Tellings, Kamus Lengkap Indonesia-Inggris, terj. A Comprehensive Indonesia-english Dictionary, (Jakarta: Mizan, 2008), cet.ke-2, h. 635.
[5]Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Adi Mahasatya, 2002), cet. 4, h. 180
[6]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) cet. Ke-6, h. 136
[7]Abdul Rahman Abror, Psikologi Pendidikan, (Yogya: PT. Tiara Wacana, 1993), cet., ke-1, h. 122.
[8]Wayan Nurkanca dan P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), cet.ke-4, h. 229
[9]Witherington, H.C., , Psikologi Pendidikan, penerj. Buchairi. (Jakarta: Aksara Baru, 1989), h. 87
[10]Howard C. Warren, Dictionary of Psychology, (Massachussets: Houghton Mifflin Company, 1934), h. 141
[11]Stephen J, The Penguin Dictionary of Psychology, (Great Britain: Hazell Watson & Viney Ltd, 1981), h. 142
[12]J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Dictionary of Psychology, (Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2006), cet. Ke-8, h. 225
[13]“Tulis”, artikel dakses pada tanggal 17 Oktober 2008 dari www. wikipedia.org
[14]Definisi ini sangat relevan dengan uraian diatas, sesuai dengan perkataan Ali bin Abi Thalib dan sang Maestro dan Master kaligrafi al-Quran ternama Yaqut al-Musta’shimi dalam pembahasan definisi pendidikan seni kaligrafi al-Quran.
Lanjutannya disini Mas......Ekspresi, berasal dari kata expression (Eng), yang secara bahasa berarti ungkapan, perasaan, penuturan tentang suatu objek. Ekspresionisme adalah gaya seni yang mengutamakan rasa emosi. Ekspresionistik adalah bersifat gaya seni yang mengutamakan rasa seni. Kalau seni yang diungkapkan dengan penuh perasaan, disebut dengan ekspresif.
Dari perspektif psikologi pendidikan, ekspresi atas suatu objek ini hampir mendekati konsep valuing menurut Taksonomi Bloom. Menurut Doughlas a. Bernstein & Peggy W. Nash dalam bukunya Escencial of Psycholgy, (New York: Houghton Mifflin Company, 1999), h. 235, valuing yang dimaksud dalam tulisan sederhana ini dapat diartikan dengan suatu dimensi minat (kecenderungan) terhadap suatu objek. Minat terhadap kaligrafi, baik mempelajarinya, menyukainya, masuk dalam kategori minat secara khusus. Sementara valuing yang dimaksud disini bisa jadi mencakup keyakinan dan falsafah hidup seorang kaligrafer.
Maksudnya, bahwa kaligrafi mampu mendekatkan seorang hamba dengan ajaran ilahiah yang dimanifestasikan melalui senantiasa latihan, yaitu menggoreskan pena diatas kertas agar menghasilkan tulisan indah sebagai wujud emosi seorang khattat yang didukung penuh atas ajaran Islam. Jadi, kaligrafi merupakan salah satu media pendekatan kepada Allah, sedangkan minat boleh jadi motorik emosionalnya.
Uniknya, ekspresi terhadap berseni kaligrafi para khattath terdahulu dituangkan dalam cawan syair-syair yang tiap-tiap baitnya dapat membuat mabuk sang khattath, sehingga terus dan terus latihan terus menerus. Oleh karenanya tidak berlebihan jika penulis katakan kepada ManiaGorez, bahwa kesenangan terhadap kaligrafi merupakan ekstasi tersendiri, jika sehari tidak memasuki dunia kaligrafi, jiwanya seakan merasakan ada suatu yang kurang dan belum terpenuhi. Jiwanya ingin kembali mengecap manisnya kaligrafi walau barang sekejap.
Seheboh itukah?
Hamid Abu al-A’la dalam syairnya yang berjudul Huzn al-Khat Min Asma al-Funun (Kaligrafi Adalah Seni Yang Paling Unggul) dalam kitabnya Nas’at wa Thatawwur al-Kitabat al-Khattiyyah dalam tulisan Fauzi Salim Afifi mengutip dari Makin, mengekspresikan kaligrafi sebagai suatu keyakinan dan falsafah hidup. Simak bait-baitnya sebagai berikut:
“Aku telah meminum seni dari mata air yang paling manis, dan kaligrafi adalah seni yang tertinggi”
“Eloknya tulisan adalah bersinarnya tiap hati, enaknya badan, dan nikmatnya mata”
“Indahnya tulisan bagi orang-orang fasih bak mahkota bersinar,
karena kecantikannya di atas batok kepala”
“kaligrafi adalah ucapan dimana huruf kaf berbangga,
dimana Allah telah menitahkan dari huruf kaf dan nun”
“Dan telah kuperindah tulisan, supaya bagus para makhluk sepanjang hari ayat-ayat seni”
”Telah kutulis sebuah mushaf mahal dengan khat naskhi yang diukir dengan tangan kanan”
“Hafiz Usman telah mengangkat kaligrafi ini dalam seninya yang menyinari,
laksna mentari pagi hari yang benderang”
“Mukjizat menambahkan keindahan atas malam-malam, tiap waktu dan masa”
“Antusiasku pada khat ketika usiaku 10 tahun, dan menjadi kecenderungan
dan esok menjadi keyakinanku”
“Mata di depannya menjadi bingung,
adakah yang terlihat sekelompok pengendara ataukah penyebar agama?”
“Dengan kaligrafi kehidupan berlalu dengan cepat, maka kaligrafi berada di bagian depan perahu itu”
“Dengan kaligrafi kuarungi lautan ilmu, dengan seni ucapan berpagarkan hiasan nan manis”
“Esok, perbendaharaanku yang amat berharga,
tanganku banyak berhias permata, gedung yang mahal harganya”[3]
Syair diatas seolah-olah menjadikan kaligrafi sebagai kecenderungan jiwa yang tiada habisnya, sebab begitu kuatnya keyakinan itu dilandasi dengan ajaran al-Quran dengan mukjizatnya yang teragung. Hal senada didukung kuat oleh Hamid Abu al-A’la dalam syairnya yang begitu mencintai kaligafi, dan tertanam kuat di jiwanya. Ia berkata:
“Ghirahku pada kaligrafi bagaikan dilukai musuh, dan kan kutebus dengan jiwa dan tangisan”
“Kepayanganku pada kaligrafi seakan-akan daku bagai Kais Laila,
namun bukan pula karena kerasukan jin atau pun sakit ingatan”
“Dan kujaga sepenuh hatiku kesucian kaligrafi, untuk kekuatan dan kesucian yang terjaga”
“Hai orang yang berilmu, sesungguhnya khat adalah seni tersendiri bagai sesuatu yang diikat dalam bui”
“Kapan semuanya sepi darinya, hingga kita dapat melihatnya dengan suasana hati yang asih”
“Ketika engkau menghendaki kesuksesan bagusnya tulisan dan martabat di alam ini, maka berhiaslah”
“Pilihlah tiga hal, berpedomanlah pada tiga hal ini,
karena ketiganya adalah dasar tertentu kilau dan indahnya tulisan”
“Yaitu tulisan, tulisan yang tepat, dan keindahan,
ketiga hal ini bersatu maka mata akan senang memandang”
“Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama, dan kaligrafi yang indah menjadi penolog di hari kiamat”. Inilah ungkapan atau ekspresi emosi Abu al-A’la dalam syairnya sebagai berikut:
“Tulisan tetap indah setelah ditulis, sementara penulis kaligrafi telah terkubur di bumi”
“Sebutan yang baik selalu lalu terngiang setelah mengkreasikannya,
dan abadinya diiringi nama baik sekaligus puji sanjungan”
“Tiada hari dari seorang penulis kecuali akan musnah,
dan sesuatu yang ditulis dengan tangannya akan abadi sepanjang masa”
“Maka janganlah engkau tulis khatmu,
kecuali sesuatu yang menggembirakanmu ketika engkau melihatnya di hari kiamat”
“Maka semua amal Perbuatan manusia akan ditemuinya esok hari,
ketika bertemu dengan tulisan yang digelar”
“Bergembiralah! Karena cukup bagimu, jari-jari itu menulis”
Demikianlah bait-bait syair yang telah diungkapkan seorang khattat yang merindukan kecintaan kaligrafi, dengan keyakinan kuat bahwa mempelajari kaligrafi senantiasa menambah kecintaannya kepada al-Quran atau ajaran Islam. Allah memandang itu sebagai amal ibadah yang dinilai dengan pahala sebagaimana kita membaca al-Quran. Jadi, keyakinan untuk memperindah tulisan ayat-ayat al-Quran merupakan stimulus akhir tahap ketiga yang kuat terhadap minat atau kecintaan pada kaligrafi al-Quran.
Referensi utama: Nurul Makin, Kapita Selekta Kaligrafi
,/span> Lanjutannya disini Mas......